Saat
malam mulai turun di pusat Kota Bandung, kawasan Asia Afrika perlahan berubah
wajah. Lampu-lampu jalan menyala, memantulkan cahaya hangat ke permukaan
trotoar yang bersih. Bangunan-bangunan tua bergaya kolonial berdiri anggun,
kini tampak lebih dramatis dalam balutan cahaya malam.
Suasana
yang di siang hari terasa sibuk dan penuh lalu lalang, perlahan berubah menjadi
tenang. Inilah waktu yang tepat untuk menyusuri kawasan Asia Afrika, bukan
sekadar melihat, tapi merasakan denyut sejarah yang masih hidup di antara
dinding-dinding tua dan jalanan yang pernah dilalui para pemimpin dunia.
Terletak
di jantung kota Bandung, kawasan ini bukan hanya saksi sejarah penting
Indonesia, tapi juga menjadi ruang publik yang hidup, bahkan setelah matahari
terbenam.
Saya
dan teman-teman memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri kawasan Asia Afrika
pada malam hari. Tanpa rencana khusus, hanya ingin melihat seperti apa suasana
kota tua ini saat lampu-lampu jalan mulai menyala dan aktivitas mulai melambat.
Ternyata, pengalaman ini sangat menyenangkan dan unik bagi saya.
Sejarah
Singkat Kawasan Asia Afrika Bandung
Kawasan
Asia Afrika di Bandung dikenal luas karena dulu pernah menjadi lokasi
penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pertama pada tahun 1955.
Konferensi ini merupakan tonggak penting dalam sejarah dunia, karena
mempertemukan 29 negara dari Asia dan Afrika yang sebagian besar baru merdeka
dari penjajahan.
Tujuan
utama konferensi ini adalah memperkuat solidaritas antarnegara berkembang dan
menolak segala bentuk kolonialisme serta dominasi kekuatan besar dunia.
Gedung
Merdeka, yang terletak di Jalan Asia Afrika, menjadi pusat kegiatan KAA pada
saat itu. Bangunan ini awalnya dibangun pada 1920 sebagai tempat hiburan elite
Belanda dengan nama Concordia.
Namun,
setelah kemerdekaan Indonesia, gedung ini diubah fungsinya menjadi tempat
pertemuan penting, termasuk KAA. Kini, Gedung Merdeka menjadi museum yang
menyimpan dokumentasi lengkap tentang konferensi tersebut.
Jalan
Asia Afrika: Simbol Persatuan Dunia Ketiga
Nama
"Asia Afrika" diberikan untuk mengenang peristiwa besar tersebut.
Jalan ini dulunya bernama Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) yang dibangun pada
masa Gubernur Jenderal Daendels. Setelah KAA, jalan ini diabadikan sebagai
simbol solidaritas negara-negara Asia dan Afrika. Di sepanjang trotoarnya,
terdapat patung-patung tokoh dunia peserta KAA dan plakat sejarah yang bisa
dibaca oleh pengunjung.
Konferensi
Asia Afrika 1955 menjadi inspirasi lahirnya Gerakan Non-Blok dan memperkuat
posisi negara-negara berkembang dalam percaturan politik global. Bandung pun
dikenal sebagai "Ibu Kota Solidaritas Asia Afrika" karena perannya
dalam sejarah tersebut.
Kawasan
ini bukan hanya ruang kota biasa, tapi juga simbol perjuangan, kemerdekaan, dan
solidaritas antarbangsa. Tak heran jika hingga kini, kawasan Asia Afrika tetap
menjadi destinasi wisata sejarah yang ramai dikunjungi, baik siang maupun
malam.
Memulai
dari Jalan Braga: Gerbang Menuju Masa Lalu
Perjalanan
malam saya dimulai dari Jalan Braga, yang hanya berjarak beberapa langkah dari
kawasan Asia Afrika. Braga di malam hari tetap hidup, meski tidak seramai
siang. Lampu-lampu toko dan kafe menyala hangat, menciptakan suasana yang akrab
dan nyaman.
Beberapa
pengunjung duduk di teras kafe, menikmati kopi atau sekadar berbincang santai.
Musik pelan terdengar dari dalam bangunan tua yang masih terawat, seolah membawa
nuansa nostalgia yang tak terlupakan.
Dari
Braga, saya berjalan kaki menuju Jalan Asia Afrika. Trotoar lebar dan bersih
memudahkan langkah, dan sepanjang jalan saya disuguhi pemandangan
bangunan-bangunan kolonial yang berdiri kokoh, seolah tak tergerus waktu.
Gedung
Merdeka dan Jalan Asia Afrika: Sejarah yang Tetap Bernyawa
Begitu
sampai di depan Gedung Merdeka, suasana berubah. Bangunan bersejarah ini tampak
megah dalam balutan cahaya lampu sorot. Tidak banyak orang yang lalu lalang,
membuat saya bisa menikmati suasana dengan lebih leluasa. Di seberang jalan,
patung-patung tokoh negara peserta Konferensi Asia Afrika berdiri berjajar,
masing-masing dengan plakat informasi yang bisa dibaca sambil berjalan.
Jalan
Asia Afrika di malam hari terasa seperti museum terbuka. Tidak ada suara bising
kendaraan, hanya langkah kaki dan sesekali suara tawa dari pengunjung lain.
Saya berhenti beberapa kali untuk membaca informasi sejarah, membayangkan
bagaimana suasana kawasan ini puluhan tahun lalu saat para pemimpin dunia
berkumpul di sini.
Aktivitas
Malam yang Sederhana Tapi Berkesan
Meski
tidak ada atraksi khusus, kawasan Asia Afrika tetap menawarkan banyak hal untuk
dinikmati di malam hari:
Fotografi
malam: Pencahayaan di kawasan ini sangat mendukung untuk mengambil foto.
Bangunan kolonial, lampu jalan, dan bayangan pepohonan menciptakan komposisi
visual yang menarik.
Ngopi
santai: Banyak kafe di sekitar Braga dan Asia Afrika yang buka hingga larut
malam. Menikmati kopi sambil melihat lalu lintas malam Bandung adalah cara
sederhana untuk menikmati kota.
Mengenal
sejarah secara perlahan: Tanpa keramaian, membaca plakat sejarah dan melihat
patung-patung tokoh dunia terasa lebih bermakna.
Berinteraksi
dengan komunitas lokal: Kadang ada musisi jalanan atau komunitas seni yang
tampil di trotoar. Mereka ramah dan terbuka untuk diajak ngobrol, memberi warna
tersendiri dalam perjalanan malam ini.
Berjalan
di kawasan Asia Afrika malam hari memberi saya perspektif baru tentang Bandung.
Kota ini tidak hanya tentang belanja dan kuliner, tapi juga tentang warisan
sejarah yang masih dijaga dengan baik. Kawasan ini mengajak kita untuk berjalan
perlahan, memperhatikan detail arsitektur, dan merasakan atmosfer yang tidak
bisa didapatkan di tempat lain.
Tips
Wisata Malam ke Asia Afrika Bandung
Datang
sekitar pukul 19.00–21.00 untuk menikmati suasana terbaik.
Gunakan
alas kaki yang nyaman, karena kawasan ini ideal untuk berjalan kaki.
Bawa
kamera atau ponsel dengan mode malam untuk mengabadikan momen.
Tetap
waspada dan sopan, terutama jika ada komunitas lokal yang sedang berkegiatan.
Kesimpulan
Jalan-jalan Malam Menyusuri Jejak Sejarah di Kawasan Asia Afrika Bandung
Jalan-jalan
malam ke kawasan Asia Afrika Bandung bukan hanya tentang melihat bangunan tua
atau berfoto di tempat ikonik. Ini tentang merasakan kota dalam ritme yang
lebih lambat dan lebih tenang. Kawasan ini mengingatkan kita bahwa sejarah
bukan hanya untuk dikenang, tapi juga untuk dihidupi, bahkan dalam
langkah-langkah kecil di malam hari.
Bagi
siapa pun yang ingin mengenal Bandung lebih dalam, menyusuri kawasan Asia
Afrika saat malam adalah pengalaman yang sederhana tapi membekas. Tidak perlu
banyak rencana, cukup berjalan dan biarkan kota bercerita.
Happy
Taveling!
Posting Komentar