0
Istana Pagaruyung


Tidak semua perjalanan pulang ke kampung halaman berujung pada kenangan. Terkadang ada hal lain yang justru membuka mata kita, menggugah jiwa, dan menyadarkan kita tentang arti warisan leluhur yang nyaris terlupakan.

Ada rasa yang sulit dijelaskan dengan kata ketika kaki ini menjejak kembali di tanah kelahiran, Padang, Sumatera Barat beberapa waktu lalu.

Udara khas pegunungan menuju rumah nenek terasa lebih akrab, aroma masakan rasanya lebih menggoda, dan senyum orang-orang di kampung terasa tetap hangat menyambut kami dari perantaua meski telah bertahun-tahun tidak bertemy.

Ya, itulah yang kurasakan saat ikut pulang kampung ke Padang, Sumatera Barat, tepatnya ke Desa Piliang Labuah, Batusangkar.

Kali ini aku memutuskan untuk upgrade pengalaman pulang kampung dengan melakukan wisata budaya ke Istana Pagaruyung Batusangkar, sebuah tempat yang membuatku merasa seperti bangsawan Minang satu hari.

Perjalanan Menuju Istana Pagaruyung di Batusangkar

Pagi itu, suasana langit di Desa Piliang Labuah tampak begitu cerah meski udara dingin pegunungan masih menyelimuti halaman rumah nenek. Sambil menyeruput teh hangat dan kue lodu buatan nenek, kami bersiap-siap untuk berkunjung ke Istana Pagaruyung di Batusangkar.

Jarak perjalanan dari rumah nenek ke Pagaruyung tidak jauh, hanya sekitar 15 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, untuk menghindari kemacetan dan antrean pengunjung yang kerap memadati kawasan Istana Pagaruyung, kami memutusakan berangkat pagi sekitar pukul 09.00 WIB.

Sepanjang perjalanan menuju Batusangkar, tempat di mana Istana kebanggaan masyarakat Minang berada, mata kami dimanjakan dengan pemandangan hamparan alam yang hijau serta segar. Di beberapa sudut jalan masih tampak sejumlah rumah masyarakat yang masih mempertahankan bangunan khas Minangkabau, tapi dibalut gaya modern.

Mendekati kawasan istana, dari kejauhan aku sudah bisa melihat atap gonjong  dari Rumah Gadang yang menjulang tinggi, seolah ia tengah menyapa para pengunjung dari balik bukit.

Meski aku adalah lahir di ranah Minang, namun perjalanan ke Istana Pagaruyung ini adalah pengalaman pertama bagiku, karena selama ini aku jarang bisa ikut keluarga besar pulang ke Padang. Aku terlalu disibukkan dengan sejumlah aktivitas pekerjaan dan terkadang jadwal pulang kampung tidak sesuai dengan jadwalku.

Itulah mengapa aku sangat teharu saat pertama kali menyaksikan bangunan megah yang selama ini hanya bisa kulihat dari foto atau cerita.

Sesampainya di gerbang utama, kulihat hamparan halaman luas dan bangunan istana yang berdiri megah di tengahnyaa. Udara terasa lebih segar, dan suasana begitu tenang. Setelah membeli tiket masuk, kami pun melangkah pelan ke arah istana, dan bagiku  pibadi, perjalanan ini bukan sekadar wisata, tetapi pengalaman berharga yang kaya makna.

Istana Pagaruyung, Simbol Kemegahan dan Kearifan Budaya Minangkabau

Di Istana Pagruyung, aku banyak belajar tentang budaya dan adat istiadat tanah kelahiranku. Ternyata budaya Minangkabau itu bukan hanya soal rumah gadang dan baju adat, tapi juga tentang filosofi hidup yang sangat dalam dan membumi.

Istana Pagaruyung yang terletak di Batusangkar ini adalah bukan sekadar bangunan indah yang megah dengan gonjong menjulang. Tetapi rumah adat Sumatera Barat yang disebut Rumah Gadang ini adalah bagian dari representasi filosofi hidup orang Minang, yakni “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”

 Arsitekturnya bangunan Istana Pagaruyung (Ruma Gadang) ini tampak memukau, yang dilengkapi dengan ukiran penuh makna dan warna-warna yang mencerminkan semangat serta kebijaksanaan leluhur.

Begitu kaki melangkah masuk ke dalam istana, rasanya seperti ditarik ke masa lalu. Di dalam istana, kulihat replika singgasana raja, pakaian adat lengkap dengan suntiang yang megah, dan berbagai benda pusaka yang menyimpan cerita panjang tentang kerajaan Minangkabau. Setiap sudutnya berbicara, seolah ingin mengingatkanku, “Inilah warisan leluhurmu.”

Pengalaman Tak Terlupakan saat Menjadi Anak Daro Sehari

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika aku mencoba pakaian adat Minang. Dengan suntiang bertingkat di kepala dan baju kurung berhias benang emas, aku merasa seperti anak daro dalam pesta pernikahan adat. Rasanya bangga, haru, dan... sedikit pegal karena beratnya suntiang!

Namun lebih dari itu, aku merasa terhubung. Pakaian itu bukan sekadar kostum wisata, tapi simbol identitas. Aku bukan hanya pengunjung, tetapi aku adalah bagian dari cerita.

Bagi yang ingin berwisata ke Istana Pagaruyung, bisa datang mulai jam buka kawasan wisata, yakni setiap hari pukul 08.00–18.00 WIB.

Untuk tiket masuk ke Istana Pagaruyung adalah sangat terjangkau. Namun di dalam kawasan ini kita akan dikenakan biaya tambahan jika ingin berkeliling area istana naik kuda dan tambahan biaya lainnya jika ingin menyewa pakaian adat.

Kesimpulan

Perjalanan pulang kampung ke Padang, Sumatera Barat ini bukan hanya tentang melepas rindu dengan sanak saudara di kampung halaman, bukan juga tentang foto-foto cantik atau cerita untuk media sosial. Tetapi ini adalah tentang menemukan kembali jati diri. Tentang menyadari bahwa budaya bukan sesuatu yang kuno, tapi warisan hidup yang bisa kita peluk dan banggakan.

Istana Pagaruyung mengajarkanku bahwa menjadi bagian dari Minangkabau bukan hanya soal darah, tapi juga tentang memahami nilai, menghargai sejarah, dan meneruskan cerita.

Happy travelling!

Posting Komentar

 
Top