19




Mom ....I'm sorry to cause you so much inconvinience

Nonetheless u are never fed up
You always assist me sincerely
Thanks mom for making each day so much fun
For all the time you've been there...
From the day I was born up to this time.
Mom....you've been the greatest Mom for me
You're none like the rest...
I do really love you Mom
Thanks for teaching me many valuable things that others never see
Thanks for the caring you've shown me through the years...



Itu adalah sepenggal puisi yang pernah kupersembahkan pada Mama di Miladnya pada tanggal 3 Desember. Puisi yang kubuat sebagai ungkapan betapa aku sangat menyayanginya. Mama adalah seseorang yang paling berharga dalam hidupku. Sepanjang hidup telah banyak momen manis yang mewarnai setiap hembusan napas bersamanya. Ya, hubungan kami memang sangat dekat sekali. Bagiku Mama bukan sekadar wanita yang berperan sebagai orangtua. Tetapi Mama adalah sahabat, tempat curhat, berbagi, bercanda, belajar, guru, dan partner di berbagai aktivitasku. Salah satu momen berharga yang hingga kini masih kujalani bersama Mama adalah "How to be a good cook".






Banyak orang beranggapan bahwa orang Minang itu pandai memasak. Namun, itu mungkin pengecualian untukku. Mengapa? Apa aku malas atau tidak berbakat? Bukan. Bukan itu masalahnya. Aktivitas yang padat kadang memaksaku jarang terlibat di dapur bersama Mama. Apalagi semua juga telah disiapkan oleh Mama. Jadi aku merasa tidak punya tanggung jawab untuk hal itu dalam hidup.  Namun, suatu ketika ketidakmampuanku menunjukkan identitas sebagai ciri anak Minang telah mengusik pikiranku. Aku ditantang oleh seorang teman untuk membuat sebuah masakan. Sayangnya, aku tak dapat memenuhinya dengan baik. Di satu sisi, seorang famili dekat pernah mengolok karena anak gadis Mama (aku) tidak piawai memasak.



Kegelisahan itu kuutarakan pada Mama. Beliau menasihati tentang arti seorang wanita dan apa pentingnya bisa memasak. Setelah berdiskusi panjang kali lebar kali tinggi, Mama perlahan-lahan mulai mengenalkanku pada urusan dapur, yang selama ini kerap kuabaikan. Jadi, setiap ada waktu luang, Mama memintaku untuk ikut ke dapur; membantu sekaligus memperhatikan proses membuat suatu masakan. Terkadang kami saling bercanda layaknya dua orang sahabat yang sedang belajar memasak. Tidak hanya itu, Mama kadang suka jahil juga. Jadi beliau suka iseng mengerjaiku saat dua bola mata ini tengah serius memandang ke arah proses memasak.






Dari waktu ke waktu akhirnya aku mulai bisa menguasai beberapa jenis cara membuat makanan. Terutama yang aku suka. Meskipun belajar memasak dengan Mama, bukan berarti aku tak pernah dimarahi atau diceramahi tak enak. Ya, pada suatu ketika Mama pernah terlihat seperti seorang mentor tegas agak galak saat sedang mengajariku memasak. "Makanya kalau Mama masak itu diperhatikan. Jangan cuma mondar-mandir bertanya sudah matang atau belum. Jangan cuma bisanya menyantap yang sudah matang saja. Secerdas dan sesukses apapun, tetap saja yang namanya perempuan itu harus bisa masak." Sepenggal ucapan Mama yang saat itu membuatku merasa seperti orang bodoh. Sedih, malu, dan marah bercampur jadi satu saat itu. Aku pun memilih berlari ke kamar sambil meratapi diri. Dalam hati timbul prasangka bahwa Mama kecewa punya anak sepertiku. Namun, tak lama Mama datang. Memeluk dan menenangkanku dengan ucapan-ucapannya yang selalu mampu membuat hati ini terharu; Mama sangat menyayangiku, betapa aku beruntung memiliki sosok wanita mulia sepertinya.



Kegagalan yang pernah kualami di bidang memasak ini akhirnya mampu kulewati dengan sempurna. Kini, aku bukan lagi anak Minang KW, seperti yang pernah dilabelkan seorang teman. Bahkan aku pun bisa bereksperimen dengan menu masakan yang kubuat. Dan ini semua adalah Karena Mama, mentor memasak paling keren bagiku.  Thanks for everything, Mom. Yuk, siapa yang mau mencoba masakan hasil racikanku?







#Saliha
#KarenaIbu
#KompetisiBlogSaliha

Posting Komentar

  1. Dari kegagalan menuju kesuksesan, mana makanannyya ? Mau cicip..

    BalasHapus
  2. Waah.. toss kita. Mama jago masak, anaknya jago makan. Hihihi. Eh tapi tetap kudu semangat belajar dong, yaa. Secara masa urang Minang tak cakap masak. Ayo ah kita ke dapur. 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha...iya Un malu rasanya dibilang orang Padang ko gitu? ga bisa masak.

      tapi sekarang aku bisa berkat Bundo Kanduang

      Hapus
  3. Wah jadi pengen nyobain masakan mba rika

    BalasHapus
  4. Wah bersyukurnyaa.. Sempat belajar sama mamanya. Saya belum sempat belajar sudah pergi duluan. Akhirnya terpaksa bisa masak, karena dipaksa sama mertua yg org minang juga.. Xixixi.. Alhandulillah. Skrg malah dr masak bisa menghasilkan banyak hadiah. ^_^

    BalasHapus
  5. Istri ku awalnya juga ga bisa masak, lama lama juga bisa masak asal ada kemauan belajar. Belajar sama siapa aja, mungkin karena sungkan. Kebanyakan belajar nya dari internet, dan sekarang aku suka masakan istri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah keren mbak ade. memasak itu memang menyenangkan. selain lebih higienis kita juga bisa berkreasi dan menghasilkan income ya

      Hapus
    2. Pasti istrinya kang Erman sudah sangat piawai memasaknya. intinya terus berusaha. pasti akan ketemu hasilnya. salam sama istrinya kang.

      Hapus
  6. Romantis amat puisinya mbak.. hehehe.. aku belum bisa deh seromantis itu sama Mamah sendiri.. kalaupun bikin puisi, terus disumputin gitu.. gak ditunjukin.. xixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pun tak pandai berpuisi mbak. Itu hanya ungkapan apa yang kurasakan.

      Hapus
  7. awal-awal nikah aku juga ga bisa masak mbak... sekarang belum mahir sih, tapi lumayanlah dibanding dulu hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hebat mbak. Pasti butuh ketekunan dan semangat luar biasa untuk sampai ke tahap itu. Tetap istiqomah mbaj. Senoga sukses masaknya.

      Hapus
  8. Jadi pengin nyicipin masakan Padang nih...:)

    BalasHapus

 
Top