Tak banyak yang tahu bahwa dekat pusat kota Bandarlampung, tepatnya di kecamatan teluk Betung Timur, ada sebuah pulau kecil bernama Pulau Pasaran, yang tidak menyandang status sebagai pulau wisata sebagaimana umumnya. Tetapi ia tempat di mana denyut nadi ekonomi masyarakat berdetak setiap hari.
Luas
Pulau Pasaran hanya sekitar 12 hektar. Meski skalanya terbilang kecil, namun
warga masyarakatnya sangat piawai dalam memproduksi ribuan ton hasil laut
menjadi ikan teri setiap tahun.
Di
sini ternyata mereka bukan hanya sebagai pengolah hasil laut, yang bergantung
hidup pada kebaikan alam, tetapi warga di pulau ini adalah juga penjaga
ekosistem dan pelestari budaya pesisir yang terikat erat dengan alam.
“Kami
hidup dari laut, tapi kami di sini juga tahu jika laut bisa rusak kalau
daratannya tidak dijaga,” ujar Pak Sayid, Ketua RT 09 Pulau Pasaran.
Untuk
menjaga agar lut tetap terawat, Pak Sayid dan warga Pulau Pasaran cukup aktif
melakukan konservasi terumbu karang serta pelestarian mangrove.
Mereka
semua di pulau itu menjaga laut bukan karena perintah, namun lantaran sadar,
bahwa ketika ekosistem rusak, maka bukan hanya para nelayan yang kehilangan sumber
utama mata pencaharian, tetapi hal itu dapat mengancam kehidupan generasi
berikutnya.
Mengenal Pulau Pasaran lebih Dekat
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, Pulau Pasaran dihuni lebih dari 1.500
jiwa. Mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai buruh pengolah ikan teri/hasil
laut, nelayan, dan pedagang kecil.
Nama
"Pulau Pasaran" diyakini berasal dari kata “pasar” yang menandakan
bahwa tempat ini memiliki peran peran penting sebagai pusat perdagangan dari hasil
laut untuk masyarakatnya.
Dulu
luas pulau ini hanya sekitar 3,5 hektar. Seiring waktu dan meningkatnya angka pertumbuhan
penduduk, wilayahnya pun diperluas secara mandiri, yakni dengan menimbun batu karang serta material
lainnya hingga kini lokasi tersebut mencapai luas sekitar 13 hektar.
Awalnya,
Pulau Pasaran dihuni oleh beberapa kepala keluarga yang berprofesi sebagai
nelayan tradisional. Hasil tangkapan yang terutama ikan teri, selanjutnya diolah
dengan cara sederhana menjadi produk ikan asin.
Sejak
1960-an, pengolahan ikan teri asin ini pun menjadi sumber mata pencaharian
utama dan terus berkembang, hingga akhirnya kini menjadi pusat produksi ikan
teri terbesar di Lampung dan di Indonesia.
![]() |
sumber: Tangkap layar laman jadesta.kemenparekraf.go.id |
Sekitar 1970-an, Pulau Pasaran pun mulai dikenal lebih luas, terutama setelah akses transportasi ke tempat ini semakin mudah. Kemudahan akses ke Pulau Pasaran tentu saja memberi dampak positif bagi roda perekonomian lokal, karena masyarakatnya dapat lebih mudah dalam memasarkan hasil laut yang didapatkan.
Selain
pengolahan hasil laut, masyarakat pulau ini juga mengembangkan usaha kerajinan
tangan, yang mengambil bahan baku utamnya dari alam sekitar, seperti kerang,
yang telah dipasarkan ke berbagai daerah.
Menjaga yang Tersisa sebagai Upaya Masyarakat Pulau Pasaran dalam Pelestarian Alam
Bagi
masyarakat Pulau Pasaran, langkah kecil berarti segalanya. Mereka tak pernah menyerah
meski yang tersisa tinggal sedikit, jumlah ikan tak lagi melimpah, terumbu
karang indah yang perlahan pesonanya memudar, hingga daratan yang terus ditekan
menghadapi gempuran waktu dan pembangunan.
Namun
jangan salah dan remehkan masyarakat Pulau Pasaran, justru kekuatan muncul dari
keterbatasan mereka. Penghuni pulau itu memang tidak bersuara keras ketika
menghadapi kenyataan itu. Sebaliknya, mereka bergerak nyata.
Penduduk
Pasaran sangat menghindari menggunakan alat tangkap ikan yang merusak alam dan
merusak ekosistem laut, menjaga ritme alam dengan kearifan lokal, dan mereka
pun dengan tegas akan menolak tunduk pada kemudahan yang mengorbankan keseimbangan
lingkungan.
Apakah
langkah mereka tanpa hambatan? Tentu saja tidak. Warga di Pulau Pasaran tetap menghadapi
berbagai tantangan, seperti adanya konservasi lingkungan/alih fungsi lahan, eksploitasi
sumber daya laut yang berlebihan, kerusakan ekosistem laut, dampak perubahan
iklim, hingga ancaman dari aktivitas manusia lainnya.
Diketahui,
dalam beberapa tahun belakangan ini dampak perubahan iklim dan aktivitas
manusia telah memengaruhi kondisi ekosistem Pulau Pasaran.
Penurunan
populasi ikan dan kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh pencemaran
industri di sekitar wilayah Bandarlampung adalah ancaman serius bagi
keberlangsungan hidup masyarakat setempat.
Yang
mengagumkan, meski di tengah tantangan tersebut, masyarakat Pulau Pasaran tetap
berupaya menjaga kelestarian alam. Mereka tetap menjalankan metode hidup
seimbang dengan alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka.
Penduduk
pulau tetap menjaga yang tersisa, karena bagi masyarakat Pasaran laut itu adalah
bukan hanya sekadar sumber daya, tetapi laut merupakan jantung kehidupan yang
harus dijaga detaknya.
Tekad
mereka bukanlah sekadar retorika. Ini merupakan laku harian yang membentuk
ekosistem sosial dan ekologis.
Sebagai
informasi, dahulu Pasaran dikenal juga dengan keindahan alamnya, di mana air
lautnya sangat jernih, dengan terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman
hayati.
Untuk
itu, sangat diperlukan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang lebih baik,
agar keberlanjutan sumber daya alam di pulau itu dapat memberi asa kehidupan
bagi sekitarnya.
Pulau
Pasaran itu bukan sekadar pulau kecil yang terletak di perairan Bandarlampung.
Namun ia adalah juga bagian penting dari khasanah kekayaan alam Indonesia sekaligus
kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut.
Ketika Darat dan Laut Tak Bisa Lagi Dipisah
Dalam
Forum Bumi, Prof. I Nyoman Suyasa dari Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta mengatakan,
“Laut itu adalah tong sampahnya dunia. Ada 131 aliran sungai di Indonesia yang jadi
jalan membawa malapetaka ke laut.”
Ya,
sedimentasi, limbah dari rumah tangga, hingga bahan kimia pertanian dari
daratan menyatu di teluk. Tak heran jika di Pulau Pasaran abrasi dan penurunan
kualitas air laut terjadi perlahan. Meski seolah tak terlihat, tapi jelas sangat
terasa. Ketika terumbu karang mati, maka ikan pun menjauh. Ketika mangrove mulai
hilang, maka tak ayal banjir rob pun menjadi tamu rutin.
Iman
Budi Utama dari SNV Indonesia menegaskan, “Semua kerusakan alam yang terjadi banyak
dikarenakan oleh motif ekonomi. Maka, jika kita ingin perubahan yang besar,
sektor swasta juga harus dilibatkan.”
Forum Bumi oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic
Forum
Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia
menjadi ruang penting untuk menyuarakan bahwa keberlanjutan bukan sekadar
wacana, melainkan warisan hidup yang dijaga bersama.
Forum
Bumi ini menjadi ruang dialog yang membahas betapa pentingnya pengelolaan
terpadu wilayah darat dan laut di Indonesia.
Melalui
Forum Bumi ini, para ahli pun menyoroti keterkaitan antara aktivitas yang
dilakukan manusia di darat dan apa dampaknya terhadap ekosistem laut itu
sendiri, serta sebaliknya.
Sebagai
upaya menyelaraskan pembangunan di darat dan kegiatan ekonomi di laut, salah
satunya dilakukan dengan Proyek SOLUSI (Solutions for Integrated
Land-and-Seascape Management in Indonesia), yang dilaksanakan oleh konsorsium
lintas organisasi hingga 2028.
Ini
bertujuan untuk membangun pendekatan ekosistem yang berkelanjutan, dengan
rencana strategis jangka panjang, penguatan kapasitas, dan model ekonomi
hijau-biru berbasis komunitas.
Integrasi
kebijakan dan kolaborasi multi pihak dianggap esensial dalam menjaga keutuhan
lingkungan dan keberlangsungan hidup di wilayah kepulauan Indonesia.
Transformasi dan Potensi Pulau Pasaran
Potensi
yang dimiliki Pulau Pasaran akhirnya mendapat perhatian nasional. Kini Pulau Pasaran
telah ditetapkan sebagai Kampung Nelayan Modern (KALAMO) oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), lengkap dengan pembangunan di bidang infrastruktur
pengolahan hasil laut, sanitasi, serta pelatihan masyarakat secara
keberlanjutan.
![]() |
Sumber: Tangkap layar laman KKP |
Program
KKP ini menghadirkan:
- Cold storage, pusat kuliner, dan unit pengolahan ikan secara higienis.
- Peningkatan kapasitas masyarakat yang dilakukan melalui koperasi dan pelatihan mutu produk.
- Konservasi lingkungan, yakni dengan penanaman mangrove dan pengelolaan limbah ikan.
Kendati
demikian, masyarakat Pulau Pasaran tidak serta-merta melupakan tradisi hidup
seimbang dengan alam. Para wanita (ibu-ibu) masih melakukan teknik pengolahan
ikan teri dengan menjaga nilai kearifan lokal, tidak mengganti sepenuhnya oleh
mesin.
Lebih
menariknya lagi, warga pulau juga turut terlibat saat proses pengambilan
keputusan pembangunan. Ini adalah hal yang terbilang langka dalam proyek
modernisasi.
Dengan
status sebagai Kalamo, Pulau Pasaran menjadi contoh nyata pengelolaan lanskap
darat dan laut terpadu di Indonesia, di mana masyarakat lokal berperan aktif
menjaga ekosistem sambil meningkatkan kesejahteraan.
Di
pulau ini, konservasi bukan sebuah proyek, tapi merupakan bagian dari kebiasaan.
Keberlanjutan bukan sebuah wacana, tapi ia adalah warisan yang harus terus
dijaga.
Solusi Lain yang Bisa Diterapkan di Pulau Pasaran
Sebagai
warga Lampung yang saya melihat langsung dinamika kehidupan di wilayah pesisir,
saya percaya bahwa solusi terbaik tumbuh dari akar rumput, bukan hanya dari sebuah
ruang rapat.
Berikut
beberapa gagasan yang mungkin bisa diterapkan di Pulau Pasaran:
- Sekolah Alam Pesisir
Mendirikan
sekolah/ruang belajar informal bagi anak-anak dan pemuda, yang bertujuan mengenalkan
ekosistem laut dan darat melalui eksplorasi langsung atau pun storytelling.
Kegiatan ini bisa dilakukan dengan praktik menjaga terumbu, mengenal berbagai jenis
ikan lokal, serta membuat peta zona ekologis desa.
- Bank Sampah Laut
Masyarakat
di wilayah ini dan sekitarnya mengumpulkan plastik dari sekitar pantai dan
laut, selanjutnya ditukar dengan insentif ekonomi atau bisa juga digunakan
untuk produk kerajinan. Selain dapat menjaga lingkungan dan alam sekitarnya,
ini juga berpotensi membuka peluang usaha mikro.
- Festival Teri dan Terumbu
Sebuah
perayaan tahunan yang menggabungkan antara budaya lokal dengan edukasi ekologi,
misalnya dengan mengadakan lomba masak ikan teri, workshop konservasi alam,
pertunjukan seni tradisional, atau bisa juga dialog komunitas dengan pakar
lingkungan.
- Platform Digital Pesisir
Membuat
sebuah aplikasi sederhana yang berbasis komunitas untuk melaporkan kondisi
lingkungan, berbagi praktik baik, serta memantau kualitas air. Bisa juga
membuatnya terhubung dengan lembaga pendidikan dan organisasi konservasi.
Kesimpulan
Pulau
Pasaran bukan hanya cerita tentang ikan teri atau ikan asin. Tetapi Pulau
Pasaran merupakan kisah tentang tekad, kolaborasi, dan tentang bagaimana
lanskap kecil bisa memberi pelajaran yang besar.
Dari
nelayan sampai ibu rumah tangga, dari pemudah hingga anak-anak pesisir di sana,
semuanya punya peran penting dalam menjaga ruang hidup yang sudah lama menjaga
mereka.
Jika
darat dan laut bisa berpadu indah dalam lanskap, maka manusia dan harapan pun
bisa bersatu dalam cerita luar biasa.
Referensi:
https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/sentra_ikan_teri_pulau_pasaran
https://kkp.go.id/news/news-detail/peresmian-kampung-nelayan-modern-kalamo-pulau-pasaran-lampung-k8vx.html
https://bit.ly/MateriNarsumForumBumiSolusi
https://pulaupasaran.blogspot.com/p/sejarah-pulau-pasaran_18.html
https://nationalgeographic.grid.id/read/134259557/forum-bumi-solusi-pengelolaan-darat-dan-laut-terpadu-di-indonesia
Posting Komentar