Keindahan
alam Sumatera Barat yang pernah kunikmati dan memanjakan mata tiada henti, kini
hancur porak-poranda, menyisakan jejak air mata di tanah kelahiranku yang dulu dipuja
pesonanya. Ya, kampung halamanku kini tengah diuji musibah banjir yang menyayat
hati bagi siapapun.
Musibah
ini kembali jadi pengingat kita semua, bahwa alam bukan hanya untuk dinikmati
keindahannya, tetapi kita semua punya tanggung jawab untuk bijak merawat dan
menjaga agar bumi tetap indah lestari.
Aku
masih ingat ketika 2 tahun lalu kami sekeluarga sangat bersuka cita, karena
akhirnya bisa mudik ke Sumatera Barat dengan squad lengkap. Biasanya, setiap keluarga mudik ke Padang, akulah yang
selalu tidak bisa ikut serta karena urusan pekerjaan yang tak bisa ditinggal
atau karena jadwal libur yang tidak klik dengan momen pulang kampung basamo.
Perjalanan
pulang kampung ke Sumatera Barat saat itu sudah kami rencanakan sedemikian rupa,
agar saat di sana bisa bersilahturahmi dengan sanak saudara sekaligus menikmati
alam Ranah Minang yang indah dengan sepuasnya.
Di
antara tempat-tempat yang kami pilih untuk dikunjungi selama di kampung halaman
adalah Ngarai Sianok, Lembah Harau, Lembah Anai, Jam Gadang di Bukit Tinggi, Museum
Bung Hatta, Pantai Air Manis, Kelok 9, Danau Maninjau, Kelok 44, Danau
Singkarak, Puncak Lawang, Desa Pariangan, Lubang Jepang, Taman Panorama, Istana
Pagaruyung, Batu Batikam, Pasar Tradisional Batusangkar, Masjid Agung Sumatera
Barat, dan Pantai Padang.
Perjalanan
Menyusuri Keindahan Alam Ranah Minang Sumatera Barat
Hari
pertama tiba di kampung halaman, tepatnya di Desa Piliang Labuah, Batu Sangkar,
kami memutuskan istirahat sejenak di rumah nenek sambil membongkar oleh-oleh
dari Lampung yang akan dibagikan ke para tetangga dan sanak saudara.
Keesokan
paginya, kami mulai bersiap-siap menyapa tetangga terdekat dan berkunjung ke
beberapa rumah saudara. Kegiatan silahturahmi ini kami Jalani selama tiga hari
penuh.
Setelah
selesai dengan kegiatan silahturahmi, kami pun memulai rencana perjalanan untuk
mengunjungi beberapa tempat wisata di Sumatera Barat dengan mengajak serta
sanak saudara yang tidak ada halangan ikut.
Hari
pertama kami berkunjung ke tempat yang dekat dengan rumah nenek, yakni Batu
Batikam dan Istana Pagaruyung yang terletak di Kabupaten Tanah Datar.
Menyusuri
Jejak Budaya dan Sejarah di Istana Pagaruyung dan Batu Batikam
Istana
Pagaruyung merupakan pusat budaya Ranah Minang berupa bangunan Rumah gadang
besar dengan ukiran indah. Tempat ini sangat luas dan indah. Pegunungan bukit
hijau di sekelilingnya membuatku betah memandang setiap sudut area Rumah
Gadang.
Saat
pulang dari Istana Pagaruyung, kami sempatkan singgah ke lokasi Batu Batikam,
yakni sebuah situs bersejarah yang selama ini sangat membuatku penasaran.
Berdasarkan
cerita ayah, Batu Batikam maksudnya batu yang ditikam. Di tengah batu tersebut
ada lubang yang diyakini masyarakat Minang sebagai bekas tusukan keris tokoh
adat Minangkabau, Datuak Parpatiah Nan Sabatang.
Dulunya
di tempat ini digunakan sebagai medan nan bapaneh (tempat bermusyawarah para
kepala suku) dan Batu Batikam merupakan simbol, bahwa setiap keputusan adat
harus diambil melalui musyawarah dan perdamaian
Menjelajahi
Kota Bukittingi Seharian Penuh
Perjalanan
hari kedua adalah menuju Bukittinggi. Sebelum menuju ke tempat wisata
ikoniknya, Jam Gadang, kami mampir sejenak ke rumah kakak ibu yang tinggal di
kota ini.
Setelah
dari rumah kakaknya ibu, kami langsung menuju ke lokasi Jam Gadang. Dan ini
pertama kalinya bagiku bisa menatap jam besar tersebut. Bangunannya terlihat megah.
Setelah puas menikmati pesona Jam Gadang, kami langkahkan kaki menuju Museum
Bung Hatta yang tak jauh dari lokasi jam ikonik tersebut.
Sebelum
beralih fungsi menjadi Museum, awalnya tempat bersejarah ini adalah rumah
kelahiran Bung Hatta, sang tokoh proklamator Indonesia yang sangat kukagumi.
Menjelang
sore, kami bergegas menuju ke Ngarai Sianok dan Taman Panorama, yang lokasinya
tidak begitu jauh dari Jam Gadang. Perjalanan ini cukup ngos-ngosan, karena
kami harus memaksimalkan waktu seharian selama di Bukittingi agar bisa
menikmati 4 lokasi yang akan dikunjungi.
Ngarai
Sianok adalah sebuah tempat wisata yang sangat populer karena keindahan alamnya
memang istimewa. Lembah hijau dengan tebing-tebing curam di sekelilingnya
sangat memukau. Oh iya, di sini berkeliaran banyak monyet. Tapi mereka sangat
bersahabat dan tidak nakal.
Di
sini kami juga menyusuri Lubang Jepang, sebuah lorong peninggalan sejarah pada
masa penjajahan. Lubang ini sangat luas dan di dalamnya banyak bilik-bilik yang
diantaranya ada ruang dapur, ruang senjata, ruang tahanan, dan ruang-ruang
lainnya yang membuatku agak merinding saat melewatinya. Bukan karena ada
penampakan atau hal aneh, tapi saat itu aku membayangkan bagaimana kehidupan
rakyat Indonesia yang ditindas pada masa penjajajan Jepang dulu.
Terpukau
dengan Keindahan Lembah Harau
Rasa
penasaran dengan cerita sepupuku tentang Lembah Harau akhirnya terbayar ketika
aku bisa juga sampai ke lembah indah yang sering disebut sebagai “Yosemite-nya
Indonesia.
Lembah
Harau yang terkenal dengan tebing-tebing granit tinggi berwarna-warni dengan air
terjun alami ini berlokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pemandangan
di Lembah Harau makin memukau dan memanjakan mata lantaran di sini kita bisa
melihat hamparan sawah hijau dan pemukiman warga di bawah tebing.
Nah,
di lembah ini ada enam air terjun dengan aliran jernih. Rasanya benar-benar
sejuk dan tenang saat berada di tempat ini.
Menikmati
Kesejukan Air Terjun Tepi Jalan di Bukittingi
Di
Sumatera Barat, tepatnya di Bukittingi, ada sebuah pemandangan alam yang dapat
dinikmati oleh siapapun yang melintas, yakni air terjun Lembah Anai yang berada
persis di tepi jalan.
Meski
berada di tepi jalan, namun kejernihan air terjun dan air yang mengali di
bawahnya tetap terjaga. Suasana di sini sangat sejuk dan dingin. Namun keindahan
alam di sekitar air terjun membuat kami seakan lupa hawa dingin yang menyusup
ke balik baju.
Bertualang
Menyusuri Tikungan Tajam dengan Panorama Memukau
Salah
satu tempat wisata populer dan ikonik di Sumatera Barat yang sangat ingin
kudatangi adalah kelok 9 dan kelok 44.
Kelok
9 yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebuah jalan berliku dengan
tikungan tajam yang dikelilingi jurang-jurang dalam di sisinya. Kelok 9 ini
adalah jalan yang menghubungkan Sumatera Barat dengan Riau.
Panorama
alam di tempat ini sangat memukau dan bagiku ini adalah pemandangan alam luar
biasa yang Allah berikan untuk Ranah Minang.
Di
sekeliling jalan ini dihiasi oleh bukit hijau yang makin membuat suasana
sepanjang jalan ini indah dan sayang dilewatkan sekejap mata.
Selain
kelok 9, Sumatera Barat juga punya jalan berliku lainnya yang tak kalah indah
tapi menantang, yakni Kelok 44.
Kelok
44 adalah jalan yang kami lewati ketika akan menuju ke Danau Maninjau di Kabupaten
Agam. Perjalanan ke sini cukup melelahkan, tetapi indah. Karena pemandangan
alam di sekitarnya sangat memanjakan mata. Terlebih setelah kami tiba di Danau
Maninjau, sebuah danau kaldera dengan bukit hijau yang eksotis.
Puas
menikmati keindahan Danau Maninjau, kami singgah ke Puncak Lawang, yang berada
satu lokasi dengan kawasan Danau Maninjau. Dari atas Puncak Lawang, kami bisa melihat
kabut tipis dan keindahan Danau Maninjau dari atas ketinggian.
Berburu
Ikan Bilih di Danau Singkarang dan Berkunjung ke Desa Terindah di Dunia
Awalnya
tujuan ke Danau Singkarak adalah untuk membeli ikan bilih, yang sangat digemari
oleh keluargaku. Ikan ini memang hanya hidup di Danau Singkarak dan Danau
Maninjau. Jadi kami ingin membelinya dalam jumlah banyak untuk di bawa pulang
ke Lampung.
Selain
berburu ikan bilih, tentu saja kami juga memuaskan diri menikmati keindahan
alam danau ini. kemudian, setelah puas, pulangnya kami mampir ke salah satu Desa
Pariangan, yang pernah dinobatkan sebagai 1 dari 10 desa terindah di dunia
versi majalah travel Amerika pada 2012 lalu.
Desa
Pariangan memang sangat indah dan tampak masih sangat alami. Udara di sini juga
sangat sejuk. Pemandangan alamnya yang hijau sangat memukau dan membuat betah
berada di tempat ini.
Perjalanan
hari terkahir kami sebelum pulang ke Lampung adalah berwisata bersama keluarga
ke Pantai Air Manis, di mana di sini adalah lokasi Batu Malin Kundang berada. Di
sisa waktu yang masih ada, kami sempatkan main ke Pantai Padang dan sholat
sambil wisata religi ke Masjid Raya Padang, yang bangunannya unik karena
berbentuk seperti rumah gadang.
Hatiku
Luluh Lantak saat Mendapat Kabar Terjadi Banjir Bandang dan Longsor di Ranah
Minang
Berita
tentang banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Barat yang terjadi saat
ini sungguh membuat hatiku pilu. Kampung halamanku yang begitu indah, yang
setiap sudut tempatnya telah memberi kenangan tak terlupakan itu kini terlihat
berantakan dan hancur.
Keindahan
alam yang selama ini jadi kebanggaan tak lagi terlihat. Yang ada duka dan air
mata di mana-mana. Salah siapa? Aku tak tahu pasti siapa yang layak disalahkan
atas rusaknya alam Sumatera Barat yang begitu indah.
Berdasarkan
data BNPB yang kubaca, melaporkan bahwa per 2 Desember 2025, 604 orang
meninggal dunia, 464 orang masih belum ditemukan, dan lebih dari 589.000 warga
terpaksa mengungsi.
Air
pantai yang dulu menenangkan dan tampak indah di sekelilingnya kini membawa
luka, merenggut banyak rumah, bahkan banyak nyawa hilang. Pesona alam yang
pernah kusaksikan dan membuatku bangga sebagai anak Minang, kini terkikis oleh
derasnya hantaman arus, meninggalkan jejak air mata serta duka yang sulit
dihapus.
Musibah
ini menjadi pengingat keras, bagi kita semua bahwa sebagai manusia dan bagian
dari alam, sudah sepatutnya kita bisa lebih peduli pada keseimbangan alam dan
ekosistemnya.
Setiap
langkah wisata yang kita lakukan bukan hanya tentang foto Instagramable atau
eksistensi dan kepuasan diri telah menjejakkan kaki di tempat wisata, melainkan
tentang bagaimana kita menghargai tanah yang kita pijak agar kelak tak
bergejolak karena ulah kita yang tak bertanggung jawab.
Mari
kita sama-sama jaga alam. Jangan lagi merusaknya, termasuk jangan buang sampah
sembarangan saat berwisata. Jaga alam, maka alam pun akan menjaga kita.
Semoga
alam kembali pulih, masyarakat yang menghuninya kembali tersenyum, dan pesona
Ranah Minang tidak benar-benar hilang ditelan air.
Be
wise traveler!!!
.jpg)
Posting Komentar