0


"Satu helai rambut seorang wanita yang terlihat oleh bukan mahramnya adalah satu langkah tiket ke neraka; tiket bagi sang ayah kandung; tiket bagi sang paman; tiket bagi saudara laki-laki kandung; dan tiket bagi sang suami.” Sebait kalimat ini terus menggema di telinga dan pikiranku saat itu. Bagaimana tidak? aku menjadi penyebab orang-orang yang kusayangi melangkahkan kakinya menuju neraka. Naudzubillah. sejak mendengar kalimat itu aku mulai gelisah. Tidurpun menjadi tidak tenang dan kerap terjaga tiba-tiba saat tengah malam. ‘ya Allah apa ini? Mengapa liburan kali ini justru membuatku tak nyaman?’ batinku saat itu.


Sebenarnya, aku tahu bahwa ucapan seorang sahabat dekat itulah yang menjadi pemicu kegelisahanku saat liburan di Bandung tahun 2013 lalu. Namun aku berusaha menyangkalnya karena merasa belum begitu siap untuk menutupi tubuh ini dengan pakaian taqwa. Berbagai alasan terus bermunculan dari pikiran untuk menunda menutup aurat. Bahkan sebuah ayat dalam Al-quir’an (Q.S An-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 33 dan 59) yang dimintanya untuk kubaca dan kurenungi maknaya pun tak kunjung membuatku tergerak untuk berubah. Aku masih tetap keras kepala. Tetapi ia begitu antusias menjadikanku wanita yang patuh pada perintah Allah ta’ala. Tak bosan-bosannya ia terus menasehati dan memberikan gambaran tentang wanita yang tidak menutup aurat, melalui analogi-analogi. Sahabat baik ini paham betul bahwa aku orang yang keras kepala dan terkadang sulit mengakui bahwa orang lain benar. Maka ia pun memberikanku waktu untuk menjernihkan pikiran dan merenungi segala ucapannya. Kamipun sepakat untuk tidak bertemu hingga aku menyatakan “iya aku ingin hijrah.”


Ternyata rasa gelisah semakin kuat bertahan dalam pikiranku. Melalui saluran telepon kuutarakan semua rasa yang mengganggu itu. Ia pun hanya berkata, “jika kamu gelisah dan terus terjaga di tengah malam, salatlah. Minta petunjuk dari Allah. Dan bacalah dua ayat terakhir surat Al-Baqoroh sehabis salat itu. insyaAllah kamu akan jauh lebih tenang.” Anjuran ini pun kuikuti. Dan entah mengapa saat itu aku menangis tanpa sebab di tengah salatku. Tangisan itu semakin menjadi tatkala lantunan do’a kupanjatkan. Saat itu aku tersadarkan bahwa selama ini sepanjang hidupku, semenjak aku mencapai usia akil baligh, aku telah menumpuk dosa dan bahkan membaginya pada orang-orang yang kukasihi. Astaghfirullah...ya Allah ampunilah hambaMu ini. aku ingin hijrah menjadi wanita yang taat perintahMu. Aku ingin menjadi wanita yang lebih baik sesuai syari”at agama ini.


Alhamdulillah...Allah tabaaroka wata a’laa memberikan hidayahNya padaku. Juni 2013, itulah saat pertama kali aku menutup aurat. Saat bertemu kembali dengan sahabatku, ia begitu terharu dan bahagia. Ia berjanji akan terus membimbing dan mengajari bagaimana caranya menjadi wanita yang lebih baik lagi di mata Allah.


Liburan di Bandung saat itu kujalani dengan nuansa berbeda. Selain memanjakan mata dengan berkeliling menikmati keindahan alam di Bandung, aku mulai ikut sahabatku bertolabul ‘ilmi di masjid di daerah Bojong Koneng setiap malam Jum’at dan malam Minggu ba’da salat isya. Terimakasih ya Allah. Terimakasih sahabat.


Aku selalu merasa nyaman dan betah berada di Bandung. Rasanya berat untuk meninggalkan tempat ini. Namun jatah liburan yang telah usai memaksaku kembali ke kota domisiliku di Lampung. Saat tiba di Lampung, keluargaku terkejut dengan penampilan baruku. Alhamdulillah mereka sangat senang dan mendukung dengan perubahanku ini. orang-orang di sekitar dan para sahabat juga sangat senang dan mendukung penampilan baruku ini. Awalnya jilbab yang kukenakan masih sebatas jilbab segi empat biasa. Jilbabku belum tergolong syar’i saat itu. Dan aku juga masih suka memakai jeans dan kaus panjang. Intinya saat itu adalah menutup aurat.


Hari demi hari aku semakin tahu bahwa menutup aurat bukan sekedar berpakaian tertutup saja. Namun ada aturan dan tata caranya. Sehingga menutup aurat itu sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Dan sahabatku yang di Bandung lah yang terus membimbing dan mengarahkanku. Terimaksih sahabat. Ia tidak serta merta menyuruhku untuk langsung berubah total. Karena perubahan ini membutuhkan proses dan tidak baik jika terlalu memaksa. Akupun semakin tertarik untuk mengkaji dan mempelajari ilmu agama dengan lebih baik. hingga akhirnya aku paham dan sadar bagaimana hakikat berpakaian taqwa yang sebenarnya.


Perlahan akupun mulai beralih menggunakan jilbab yang lebih panjang dan memakai rok. Jeans dan kaus sudah jarang kukenakan. Sampai akhirnya aku benar-benar meninggalkan pakaian panjang namun tak sesuai syar’at itu. Alhamdulillah hingga kini dan semoga hingga akhir napas aku akan terus menggunakan jilbab syar’i ini. Aku merasa lebih nyaman dengan jilbab lebar dan pakaian longgar.


Jalan menuju kebaikan itu memang tak mudah. Pasti akan ada ujian dan tantangan yang akan terus menempa, apakah diri ini kuat dan istiqomah dengan jalan yang telah dipilih. Semenjak memutuskan berjilbab lebar dan mengubah segala kebiasaan, pergaulan, dan lebih banyak menyibukkan diri dengan kajian agama di saat senggang, telah mengundang segelintir orang mencibir dan mencemooh. Astaghfirullah. Apa yang salah denganku? Aku hanya berusaha taat pada Tuhanku.


Aku tinggal di lingkungan yang mayoritas masyarakatnya masih kurang paham dengan agama. Mereka Islam tapi kebanyakan tidak menjalankan syari’at agama. Bahkan masjid lebih sepi dibandingkan dengan tempat-tempat lain di lingkunganku. Dengan kondisi masyarakat yang seperti itu, akhirnya akupun menjadi sasaran objek gunjingan dan olok-olok mereka.


Pernah saat itu seorang tetangga berpas-pasan denganku di jalan. Aku berusaha menyapa dengan ramah. Namun yang ia berikan adalah senyuman aneh yang menurutku mengandung olokan. ‘ah biarkan saja.’ Pikirku saat itu. Hal ini sering terjadi. Namun aku tak begitu menggubrisnya. Tetapi yang membuatku sedih adalah saat salah satu saudaraku yang berkunjung ke rumah mengomentari penampilanku. Saat itu ia bilang, “kamu ini pakai jilbab kok seperti itu. Seperti orang kampungan. Ga pantes. Yang modern dikit biar lebih enak dilihatnya.” ‘Ya Allah jadi mereka mengaggap pakaian yang Engkau perintahkan ini kampungan?’ batinku saat itu. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya, dan hanya menjawab, “aku lebih nyaman dan hanya berusaha sesuai dengan perintah Allah.” Hmmm...tapi dia malah mencibir dan berkata yang tidak mengenakkan.


Ungkapan-ungkapan negatif dan tatapan-tatapan aneh kerap kurasakan semenjak memakai jilbab lebar. Mulai dari yang sedang hingga yang membuatku sedih karenanya. Terkadang aku sempat tak percaya diri dengan pakaian syar’i ini. Sempat terpikir juga untuk berjilbab sesuai trend masa kini. Mengikuti mode yang kebanyakan orang pakai. Ya, itulah bisikan setan terkutuk. Sangat licik dan penuh tipu muslihat.


Namun yang paling berat adalah saat aku dihadapkan pada sebuah ujian dimana salah seorang kerabat dekat menyebarkan fitnah tentangku di lingkunagan tempat tinggal. Saat itu ia sebarkan berita bahwa aku ikut aliran sesat dan buktinya telah berusaha mencelakainya sebagai syarat kelompok tertentu. Aku benar- benar terhenyak kaget saat itu. Semua orang memandang benci dan mengucilkanku. Kejam sekali mereka. Kejadian itu sampai membuatku tak berani keluar rumah untuk beberapa hari. Aku pun sempat berpikir untuk melepas jilbab karena ujian yang kuterima semakin berat dan orang-orang di sekitar semakin banyak yang memandang aneh padaku. Apakah aku seaneh itu dengan pakaian taqwa ini?


Di tengah kegalauan hati dan pergolakan batin, yang pastinya juga saat itu sang setan terkutuk terus berusaha meracuni pikiran untuk membenci jilbabku, Allah sang maha pengasih dan penyayang melindungi dan membelai hatiku agar tetap kokoh di tengah cobaan ini. Dan berkat Allah pulalah seorang ustadz yang cukup disegani di lingkunganku mendatangi keluargaku dan menawarkan diri untuk menyelesaikan masalahku. Ia merasa terusik dengan gunjingan orang yang terus memojokkanku. Alhamdulillah, qodarullah semua masalah dapat terselesaikan. Kini tak ada lagi yang memandang aneh karena jilbab yang kupakai. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.


Mungkin itulah sekelumit ujian yang kulewati, yang Allah hadirkan untuk melihat kemantapan hatiku dalam mencintai pakaian taqwa ini. Kini aku semakin mantap dengan jilbab syar'i ini. Syar'i telah membuatku lebih nyaman. Bagiku syar'i itu lebih indah. Akupun sudah tak begitu peduli dengan cibiran dan pandangan orang-orang, yang di lingkungan mereka pakaianku ini masih terkesan aneh. Biarlah manusia menganggapku aneh dan tidak keren. Yang terpenting aku keren di mata Allah.

Hijrah memang penuh liku dan ujian. Namun tak selamanya hijrah diiringi ujian berat. Dari beberapa kejadian dan pengalaman, dapat kurasakan bahwa Allah senantiasa memberikan kemudahan, kebaikan, dan anugerah luar biasa padaku. Bahkan aku sendiri sering tak percaya bahwa aku mampu mengalami dan berhasil di beberapa hal yang selama ini mustahil kulakukan. MasyaAllah.


Berjilbab adalah salah satu caraku menunjukkan ketaatan pada Allah yang maha kuasa. Lebarnya jilbabku bukan berarti aku lebih baik dan tanpa dosa. Longgarnya pakaianku bukan berarti aku lebih suci. Aku hanya tak ingin melakukan dosa setiap hari dengan mengabaikan seruan Allah. Aku hanya tak ingin mengundang dosa mahramku dan membiarkan pandangan liar kaum lelaki terhadap auratku. Terlebih aku tak ingin mempersulit langkah ayahku menuju jannah-Nya. Ya Allah teguhkanlah terus hati ini untuk tetap menaati segala perintahMu. Kuatkanlah imanku diatas berbagai cobaan yang menguji ketaatan ini.


#Hijrahku
#OneDayOnePost
#HijaberWriter@RikaAltair

Posting Komentar

 
Top