3


Kemajuan dan tingkat peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan di suatu negara. Karena itulah berbagai upaya terus dilakukan brberapa negara untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi warga negaranya. Indonesia adalah salah satu negara yang terus melakukan terobosan- terobosan demi menciptakan kualitas dan jaminan pendidikan yang adil dan layak. Perbaikan demi perbaikan, terutama sistem, dilakukan demi memenuhi hasrat akan kualitas pendidikan. Seperti yang saat ini diberlakukan dalam penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah.

Tahun ini Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy, mengeluarkan kebijakan tentang sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB). Peraturan itu tertuang dalam peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No 17 tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru pada TK,SD,SMP,SMA,SMK, atau bentuk lain yang sederajat. Dalam aturan tersebut diberlakukan sistem zonasi dalam menentukan siswa yang wajib diterima. 

Dengan berlakunya sistem zonasi, maka setiap sekolah wajib menerima siswa yang berdomisili terdekat dengan lokasi sekolahnya. Hal ini memungkinkan sekolah menjaring siswa berprestasi secara merata. Karena pada sistem ini secara otomatis membatasi ruang gerak siswa. Mereka tidak lagi bisa seenaknya memilih sekolah favorit yang jauh. 

Sebagaimana diketahui bahwa selama ini sekolah-sekolah favorit selalu menjadi incaran para siswa dan wali murid. Sebagai akibatnya, banyak murid berprestasi menumpuk hanya di sekolah-sekolah favorit. Sedangkan sekolah non favorit, tidak hanya kekurangan siswa berprestasi, tetapi juga kekurangan kuota siswa. Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan dan ketimpangan dalam dunia pendidikan. Dan dengan sistem zonasi, maka tidak akan ada lagi sekolah unggulan dan sekolah tertinggal.

Sayangnya, tujuan mulia pemerintah ini tidak serta merta mendapat respon positif dari sebagian masyarakat. Masalahnya, peraturan ini dinilai mendadak dan sosialisasinya pun kurang efisien. Banyak petugas penerima yang masih gagal paham menjalankan sistem baru ini di lapangan. Akibatnya banyak calon siswa yang harus menunggu hingga berjam-jam hanya untuk proses mendaftar. 

Tidak hanya itu, masyarakatpun banyak yang bingung dan merasa dipersulit. Akibatnya, banyak protes bergulir dari beberapa siswa dan wali murid di berbagai daerah. Contohnya protes yang dilakukan seorang wali murid di kabupaten Nunukan yang ditujukan langsung kepada Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy, karena anaknya tidak diterima di salah satu sekolah negeri, hanya karena namanya masih tertera di KK kabupaten Bandung. Padahal ia sudah dua tahun berdomisili di kabupaten Nunukan. 

Peluncuran sistem yang terlalu dini ini membuat masyarakat tidak bisa mempersiapkan segala persyaratan dengan baik. Sebagaimana yang ditetapkan dalam sistem zonasi bahwa siswa dapat diterima di sekolah tersebut berdasarkan alamat KK yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pendaftaran. Namun, kebijakan ini baru dikenalkan bulan Mei 2017 dan langsung diterapkan sebulan kemudian. Pertanyaannya, bagaimana masyarakat bisa menggunakan KK baru yang disyaratkan? 

Memang, setiap kebijakan pasti akan diiringi pula dengan sikap pro dan kontra dari masyarakat. Tetapi, kekacauan ini bisa saja ditekan dan diminimalisir, jika disusun secara matang dengan menimbang berbagai kemungkinan dan tersosialisasi secara baik. Mengubah sebuah peraturan dan langsung menerapkannya adalah suatu kemustahilan untuk langsung berhasil. Karena ini bukan sihir, bukan sulap, ataupun hal magic. 


#TantanganKelasNonFiksi1
#Pendidikan
#ODOPKelasNonFiksi
#HijaberWriter@RikaAltair

Posting Komentar

  1. Waw, keren tema yang diangkat. Gk sekalian ngangkat tema kebijakan full day school? Hehhe..

    BalasHapus
  2. Makasih ustadz. Untuk full day schoolnya nanti ada pembahasan sendiri ustadz :)

    BalasHapus

 
Top