0

Pesatnya perkembangan teknologi semakin memberikan ruang bagi siapapun untuk berkarya dan berkreativitas. Terutama sekali bagi para anak millenial, yang kebanyakan butuh eksistensi diri. Kini dengan hanya mengandalkan media sosial, seseorang bisa dengan mudah menunjukkan berbagai kreativitas dan dikenal banyak orang. Misalnya saja dengan menjadi seorang youtuber. 
Sebagaimana yang kita ketahui, profesi youtuber ini begitu identik dengan para millenial. Mereka yang berkecimpung di bidang ini pun kerap menjadi ikon anak zaman now. Namun banjirnya kehadiran youtuber, membuat persaingan mendapatkan jumlah subscriber dan viewers pun semakin ketat. Untuk itu dibutuhkan kreativitas-kreativitas baru yang berbeda dan mampu memikat hati para pengguna media sosial (netizen). Salah satu kreativitas yang kini sangat populer di kalangan millenial dan pengguna media sosial adalah prank
Istilah prank berasal dari kosakta bahasa inggris yang berarti lelucon atau olok-olokan. Nah lelucon itu sendiri adalah salah satu yang mampu membuat banyak orang merasa terhibur. Lihatlah betapa banyak orang yang suka untuk menikmati film bertema komedi. Atau membaca cerita ber-genre komedi. Berbekal pemahaman inilah para youtuber kini banyak yang memproduksi konten lucu (prank). Dan memang kehadiran prank ini seakan menjadi angin segar di tengah kejenuhan rutinitas harian kebanyakan orang. Karena banyak orang yang pada akhirnya terhibur dari konten-konten prank yang di tayangkan. Hal ini dapat dilihat dari pencarian di youtube. Dan rata-rata konten berbau prank berhasil menjadi trending di youtube.
Bagi para youtuber, lebih tepatnya yang kerap memproduksi konten prank, tentu hal ini menjadi sebuah keuntungan. Karena dengan meningkatnya jumlah viewers dan subscriber, tentunya akan semakin melambungkan nama serta penghasilan rupiahnya. Tetapi apakah hal ini bisa dibilang sebuah prestasi? Mengingat prank itu sangat identik sekali dengan budaya jahil untuk seru-seruan, yang lebih cenderung kepada kebiasaan berbohong. Bahkan parahnya pembohongan publik. Karena konten tersebut akan ditonton banyak orang. 
Mungkin bagi sebagian orang hal ini adalah sesuaatu yang biasa dan tidak perlu dikritisi. Namun sadarkah kita bahwa apa yang dilakukan dalam prank dapat berakibat buruk pada korban yang sedang dijahili. Lihatlah reaksi para target prank saat sedang dijahili. Ada dari mereka yang ketakutan, menjadi panik, menangis, dan marah. Namun dengan mudahnya pelaku prank berkata, “tenang aja, ini Cuma prank kok” dengan ekspresi puas. Well, ini bukan hanya sekadar prank. Tapi ini bisa mengarah pada tindakan abusif terselubung. Bagaimana jika terjadi hal yang lebih buruk terhadap target prank? Apakah para prankster sudah siap dengan segala resikonya? 
konten prank lebih cenderung menanamkan perilku berbohong. Dan tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang layak untuk dilestarikan. Dalam pandangan norma agama maupun masyarakat, perilaku berbohong merupakan sesuatu yang tidak terpuji. Berbohong adalah cermin lemahnya karakter diri seseorang.
Dalam pandangan Islam, berbohong termasuk hal yang dilarang. Meskipun tujuannya hanya untuk becanda saja. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Celakalah orang yang berbicara, padahal ia sedang berbohong, hanya untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah, celakalah.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Jadi jelas bahwa berbohong, apapun alasan yang menungganginya, tidak bisa dibenarkan. Bahkan perbuatan ini mendapat kecaman keras dari Rasulullah. 
Budaya prank yang kini mewabah hadir bukan semata karena peran para pembuat kontennya saja. Tetapi prank menjadi subur karena kita sebagai penikmat media sosial masih kurang telliti dalam mem-filter sajian yang dinikmati. Maka dari itu, kita semua harus lebih bijak dalam memproduksi dan mengakses konten. Jangan hanya karena mengejar viewers, kita kesampingkan dampak buruk yang dihasilkan kelak.

Apa yang kita lakukan kelak akan kita pertanggungjawabkan pada-Nya. Mengapa harus membuat konten usil dalam berkarya? Masih banyak ide kreativitas yang lebih bermanfaat dan bernilai yang  bisa dihasilkan. Tunjukkan bahwa kontribusi kita bukan hanya sekadar untuk keuntungan sendiri. Tapi bertujuan untuk mengedukasi dan memberi informasi lebih bermanfaat bagi banyak orang. Sehingga akan membawa dampak dan perubahan pada masyarakat ke arah yang lebih baik nantinya. 


Posting Komentar

 
Top