6


Babak final paper presentation

Hari ini aku sangat yakin bisa memenangkan hati dewan juri dan hadirin. Karena materinya sangat kukuasai, yaitu tentang "National Exam Is Such A Discrimination"  Namun tetap saja rasa was-was terus menghinggapi. Aku mendapat nomor urut kelima dari sepuluh peserta yang lolos. Sambil menunggu giliran, kupelajari materi serta memerhatikan para peserta yang maju. Tak ada niat untuk mengajukan pertanyaan karena yang akan kubantai adalah siswa SMA 9 Bandung. 

Tanpa sadar tiba-tiba pandanganku terarah pada siswa itu. Namun secepat mungkin kualihkan wajah saat dia melempar senyum. 

"Punten, teteh nyalira wae?" Sapa siswa itu yang sudah duduk di kursi sebelahku.

Aku menoleh kearahnya dengan dahi mengeryit. Aduh, ni orang ngomong apa sih? Batinnku. Aku tak paham apa yang ia katakan. Siswa itu cepat menangkap maksud ekspresi wajahku.

"Kamu sendirian? Guru yang mendampingi kemana? Dengan santun ia ulangi sapaannya. 

Aku tertegun sejenak. Sepertinya aku terhipnotis dengan tutur katanya yang santun dan mendayu-dayu itu. Ia begitu ramah dan sopan. Sangat berbeda sekali saat membantaiku kemarin. 

"Oh...Mr. Hanafi? Dia sedang kebelakang," jawabku dengan nada yang berusaha mengimbangi caranya bertutur kata. Ohhh...kenapa denganku? Bisikku dalam hati. 

Tanpa kusadari kami sudah terlibat dalam diskusi tentang materi masing-masing. Saling memuji dan memberi masukan. Ternyata ia sangat cerdas dan mau berbagi dengan ikhlas. Terutama saat itu untuk hal-hal yang berkaitan dengan paper presentation. Ditengah keasikan kami Mr. Hanafi datang dan beberapa menit kemudian panitia memanggil siswa tersebut. 

"Bismillahirrohmaanirrohim." Ucapnya seraya bangkit dari tempat duduk.

Presentasinya menakjubkan. Ia mampu membawakannya dengan tenang namun tegas. Terutama dibeberapa argumen penegasan atau kontradiksi. Aku sangat menikmatinya. Misi balas dendamku sepertinya telah sirna. Yang ada aku kagum.  Para hadirinpun seperti terhipnotis. Dia seperti "The real orator like Soekarno". Penanya sangat antusias memberikan pertanyaan dan ada yang sampai berdebat dengannya. Sepertinya mereka berusaha menjatuhkan dan mematahkan argumennya. Persis seperti saat ia membantaiku. Bedanya ia mampu menanggapinya dengan elegan namun tegas. Hingga akhirnya sang pendebat tak berkutik. Selesai presentasi, tepuk riuh dan standing applause mengiringinya turun podium. 

Ia berjalan kearahku dengan senyumnya yang sumringah. "Your turn, right?" Katanya

Tak lama panitia memanggil namaku. 

"Give your best", ucapnya saat aku melangkah maju. 

Saat presentasi aku berusaha menghindari pandangan ke arah Mr. Hanafi karena siswa itu ada di sampingnya. Entah mengapa aku sangat terganggu dengan tatapannya. Kali ini ia tak mengacungkan jarinya untuk bertanya. Hanya terus menatap tajam memerhatikan setiap ucapanku serta mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan...dua bola mataku sepertinya tak mampu menahan godaan untuk sesekali menatapnya. Presentasiku berjalan cukup menegangkan. Namun aku berhasil mengakhirinya dengan baik. Tigapuluh menit berlalu dan akhirnya aku bisa melangkah meninggalkan podium. 

"Great," kata siswa itu saat aku sampai di kursiku.
"Not as amazing as you," jawabku
"You must be the winner for sure," tambahku.
"Yapz the winner of your heart...hehehee. Ia lontarkan kalimat itu tanpa beban. 

Jantungku kembali berirama tak menentu mendengarnya. Kucoba mengendalikan diri agar ia tak mengetahuinya. Dan Mr. Hanafi sepertinya berusaha mengabaikan obrolan kami. 

"Well kids I need to go outside for a while. Kalian lanjutkan diskusinya. Ayo debat peserta lainnya." Ia menepuk pelan punggung siswa itu dan berlalu meninggalkan kami. 

Beberapa menit tak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulut kami. Pandangan tertuju pada peserta yang sedang presentasi. Namun sebenarnya tidak benar-benar memerhatikan. Hingga pecahlah keheningan itu dengan suara mendayunya.

"Sadar ga kalau kita belum saling mengenalkan nama? Dari tadi kita diskusi panjang lebar. Tertawa dan saling kasih motivasi, tapi ga kesebut nama masing-masing," ujarnya

"Ya Allah...iya...ya. kenalkan aku Sheena." Aku memperkenalkan diri lebih dulu.

"Nice to meet you, Sheena. I'm Fariz." Ia memperkenalkan dirinya. 

Kamipun semakin akrab. Membahas ini itu hingga hal-hal yang tak penting. Dan tibalah pengumuman pemenang lomba paper presentation yang diselenggarakan UNPAD itu. Jantungku berdegup gelisah menanti pengumuman itu. Dan begitu pula pastinya semua peserta yang telah mengerahkan semua kemampuannya tadi. 

"Kami ucapkan terimakasih kepada para peserta...bla...bla...bla. Dan dari hasil presentasi yang mengagumkan tadi, dewan juri telah menetapkan tiga orang pemenangnya. Juara ketiga diraih oleh...Sheena Adiba dari SMAN 1 Bandar Lampung. Juara kedua diraih oleh Brigita dari SMAN 7 Makasar. Dan...juara pertama adalah...Fariz Hisyam dari SMAN 9 Bandung. Untuk para pemenang mohon segera naik ke panggung." Kata panitia

Benar dugaanku, Fariz pemenangnya. Dan ia memang pantas mendapatkannya. Acara selesai dan kami beranjak meninggalkan kampus UNPAD. aku dan Mr. Hanafi harus segera kembali besok ke Lampung. 

"Sheena...Sheena." Suara Fariz terdengar meneriakkan namaku. Aku berhenti menunggunya yang berlari ke arahku. 

"Punten, boleh aku simpan nomor ponselmu? Aku ingin silahturahmi kita bisa terjaga. Bukan hanya di gedung tadi. Tapi untuk seterusnya." Katanya.

Kuberikan nomor ponsel padanya. Ia berjanji akan segera menghubungiku. Sesampainya di Lampung, aku terus teringat saat bersama Fariz di perlombaan itu. Kutunggu telepon yang di janjikannya. Satu dua hari berlalu tak ada panggilan darinya. Aku mulai gelisah. 

Menjelang adzan ashar, ada panggilan masuk. Saat kuangkat dan kudengar saapaan dari seberang sana. Aku langsung bisa mengenali bahwa itu Fariz. Suaranya sangat khas orang Bandung. Lembut dan mendayu. Rasa senang seketika menghampiriku. Kami ngobrol banyak dan tertawa bersama melalu saluran telepon. Hingga akhirnya aku terdiam saat ia mengutarakan sesuatu. 

"Aku cerita tentang kamu ke mamah. Dia terlihat senang dan sangat penasaran denganmu. Mamah ingin ketemu kamu." Ujarnya

Pada bagian ini hatiku diliputi senang. Mulai berpikir dan menduga-duga. Apa mamahnya ingin menjodohkanku dengan anaknya? Apa mamahny sudah setuju aku jadian dengannya? 

Ia mulai bercerita tentang keluarganya dan seorang adiknya yang meninggal akibat leukimia beberapa bulan lalu. Dan...ternyata aku mengingatkannya akan sosok adiknya itu. Katanya ada banyak kesamaan dan sikapku yang persis seperti adiknya. Dan ia ingin agar aku mau datang ke Bandung lagi untuk menemui mamanya yang sangat rindu adiknya. Mendengar ini aku sedikit kecewa dan juga sedih dengan kisah itu. Kecewa ternyata ia hanya menganggapku adiknya. 

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya  aku pergi ke Bandung. Dan mama juga sudah merestui kepergianku. Sesampainya di terminal Leuwi Panjang, kulihat Fariz telah berada disana menjemputku. Ia begitu senang dan tak hentinya berterimakasih. 

"Mulai sekarang panggil aku Aa ya. Karena kini kamu adikku, Sheena," katanya sambil membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku masuk.

"Aa? Adik? Hmm...aku ingin status yang lainnnnnn..." teriakku dalam hati.


#OneDayOnePost
#TantanganCintaPertama







Posting Komentar

 
Top