50
Sumber: pixabay.com

Urgensi Peran Keluarga Dan Masyarakat Dalam Membudayakan Literasi – Ani baru saja membaca headline di sebuah media online yang berjudul “Laudya Cynthia Bella Isyaratkan Unggah Foto Terakhir Bersama Suami.” Ani pun bergegas memainkan jemarinya di ruang chat komunitasnya.
Ani: Hai guys ada berita sedih nih. Laudya Cynthia Bella mau cerai
Caca: Yang bener, Ni? Perasaan mereka terlihat harmonis dan romantis banget. Coba seret link beritanya ke sini.

Ani pun membagikan tautan link berita yang baru saja dibacanya. Namun setelah dibaca seluruhnya, ternyata Bella hanya berusaha menjaga suaminya dari orang-orang yang tertarik dengan suaminya.


Dok.pribadi
Ilustrasi di atas adalah satu dari banyaknya kejadian salah tafsir yang kerap dialami manusia era digital saat ini. Mengapa hal ini sering terjadi? Karena kebanyakan dari kita tidak tuntas membaca isi berita; hanya menafsirkan dari sebagian isi. Bahkan yang lebih parah, hanya menafsirkan dari judul beritanya saja. Hal ini tentu tidak baik untuk kedepannya. Terlebih jika berita yang kita teruskan itu mengandung unsur provokasi, yang akhirnya menyebabkan konflik dan perpecahan.

Tingkat Literasi Indonesia

Sudah bukan hal asing lagi bahwa Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan peringkat literasi sangat rendah. Berbagai artikel pun telah sering membahas hal ini. Ya, berdasarkan hasil penelitian dari Central Connecticut State University (CCSU) pada tahun 2016, dalam “World Most Literate Nations”, Indonesia berada di posisi 62 dari 70 negara yang diteliti. Sangat ironis sekali, mengingat Indonesia memiliki banyak keunggulan dalam beberapa aspek dibanding dengan negara lain. Kondisi ini tentu perlu mendapat perhatian serius. Indonesia mengalami darurat literasi. Padahal Indonesia bukan termasuk negara yang terbelakang.  

Selain itu, dalam laporan survey yang dilakukan UNESCO pada tahun 2012, disebutkan bahwa indeks baca orang Indonesia berada di angka 0,001%. Ini artinya hanya satu dari kisaran 1000 orang yang memiliki minat untuk membaca. Mengerikan sekali, bukan? Lantas apa dan siapa yang salah? Apakah Indonesia minim buku bacaan? Apakah Indonesia negara miskin? Atau salah pemerintah yang tidak memberikan fasilitas terbaik untuk rakyatnya?

Sebelum membahasnya lebih lanjut, ada baiknya kita pahami dulu tentang makna literasi itu sendiri. Literasi adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Kesimpulannya, literasi sangat berkaitan erat dengan kebiasaan membaca dan menulis. Dengan kata lain, lewat membaca seseorang akan mampu melejitkan segala potensi dirinya. Lewat membaca seseorang akan mendapatkan pengetahuan dan informasi yang tepat, tidak mudah dobodohi, dan tidak mudah termakan kabar bohong.

Dok. Pribadi
Sayangnya aktivitas membaca dan menulis saat ini semakin tergerus seiring pesatnya perkembangan teknologi. Di era serba digital saat ini, banyak masyarakat yang cenderung menghabiskan banyak waktu menatap layar gawainya, dari pada meluangkan waktu untuk membaca buku. Lebih banyak yang terlena dengan membaca status penduduk dunia maya hingga lupa waktu; lebih suka menghabiskan waktu main game online; atau lebih suka menyaksikan video para youtuber.

Indonesia disebutkan menempati posisi lima besar pengguna aktif media sosial. Dari data yang dikeluarkan wearesocial (2017) menyatakan bahwa orang Indonesia menghabiskan waktu sekitar 9 jam per hari untuk menatap layar gawai. Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu faktor minat baca Indonesia jauh berada di bawah rata-rata. Bahkan kalah bersaing dari negara kecil seperti Singapura. Karena banyak waktu terbuang hanya untuk membersamai gawai kesayangan.


Sumber: pixabay.com
Tak heran jika posisi Indonesia dalam urusan literasi sangat memprihatinkan. Karena kebiasaan membaca tidak menjadi gaya hidup masyarakatnya. Tidak usah jauh-jauh. Coba kita saling bertanya pada diri masing-masing. Mari kita saling instrospeksi diri, apakah membaca masuk ke dalam rutinitas wajib kita? Berapa lembar buku yang telah dibaca per harinya? Mungkin satu lembar pun tidak. Jadi tidak mengherankan jika kegiatan membaca ini sangat sepi peminatnya.

Padahal secara teorinya kita semua pasti sudah sangat paham bahwa, membaca itu membawa dampak yang sangat bermanfaat, tidak hanya bagi otak, tetapi juga kualitas hidup. Karena membaca akan membantu kita lebih paham segala informasi, mendapatkan banyak pengetahuan, menyehatkan otak, kaya kosa kata, mampu menganalisa masalah dengan lebih matang, dan tentunya akan mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik.

Melihat fakta ini, apakah benar sepinya minat membaca disebabkan oleh gawai, yang telah menggantikan banyak peran dalam kehidupan manusia? Saya rasa sungguh tidak adil jika kita mengkambinghitamkan kehadiran gawai. Walaupun sangat terasa bahwa seiring dengan kemunculannya, teknologi ini juga berdampak signifikan terhadap kebiasaan membaca maupun menulis. Karena bagaimanapun juga, gawai telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masa kini.

Gawai adalah satu dari sekian faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat kita rendah. Karena sesungguhnya ada faktor utama lainnya yang menciptakan rendahnya minat membaca seseorang, yaitu kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat. Lantas bagaimana agar tertanam rasa cinta membaca? Terutama pada anak-anak yang saat ini minatnya lebih didominasi pada sebuah gawai?

Budaya Literasi Dimulai di Lingkungan Keluarga



Keluarga merupakan lembaga dasar dan utama yang memiliki peranan penting dalam membangun suatu kebiasaan. Karenanya diperlukan peran aktif anggota keluarga, terutama orangtua untuk memberikan teladan dalam budaya membaca. Karena sangat mustahil anak akan suka membaca, jika orangtuanya tidak pernah memberikan contoh tentang aktivitas ini. Ketika orangtua suka membaca, maka anak pun akan meniru kebiasaan orangtuanya. Untuk itulah orangtua yang merupakan agen sosialisasi pertama seorang anak, wajib menanamkan rasa cinta sedini mungkin terhadap anak untuk gemar membaca. Terlebih di zaman pesatnya perkembangan teknologi saat ini.
Keterlibatan keluarga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 2017. Isi peraturan tersebut mendasari bahwa keluarga harus turut serta terlibat dalam proses pendidikan anak baik di rumah maupun di sekolah. Jadi tidaklah benar anggapan sebagian orang selama ini, yang menyatakan bahwa institusi pendidikanlah yang berperan membangun aktivitas membaca pada anak.


Sumber: pixabay.com
Kebiasaan membaca memang tidak bisa muncul begitu saja layaknya bakat seseorang. Ada sebuah proses yang perlu dilakukan agar anak tertarik dan cinta pada buku. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua dalam menumbuhkan minat baca pada anak-anaknya, yaitu:

Kenalkan Buku Pada Anak Sejak Dini

Mengenalkan buku pada anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan saat anak masih berada dalam kandungan. Karena meski masih berada di dalam Rahim, anak juga mampu mendengar dan berinteraksi dengan orangtuanya. Sempatkanlah membacakannya buku-buku menarik. Bila perlu gunakan intonasi yang tepat saat membacanya. Dan jangan lupa ajak anak berdiskusi tentang hasil bacaan tersebut. Misalnya dengan mengatakan, “MasyaAllah bagus ya nak ceritanya. Besok kita sambung lagi, ya.”

Untuk tahap perkenalan selanjutnya, sesuaikan jenis buku dengan usia pertumbuhan anak. Misalnya untuk anak usia balita bisa dengan menggunakan boardbook (buku karton tebal) atau convertible book (buku yang bisa berubah bentuk).

Mendongeng

Mendongeng bisa menjadi salah satu cara untuk membuat anak-anak suka pada buku. Untuk menambah ketertarikan anak, sesekali gunakan mimik wajah dan intonasi suara sesuai adegan di dalam cerita. Hal ini secara tidak langsung akan membangun ketertarikan lebih pada anak untuk berinteraksi dengan buku-buku.

Sumber: pixabay.com
Kegiatan mendongeng ini bisa dilakukan saat anak mau tidur. Jadi tidak perlu lama-lama. Namun usahakanlah konsisten agar target membuat anak cinta buku bisa tertanam kuat kelak. Yakinlah bahwa yang sedikit tapi rutin akan lebih memberikan hasil. Sesekali gunakanlah buku referensi saat mendongeng, agar anak pun bisa melihat langsung buku dan isi di dalamnya, saat kita membuka lembar demi lembarnya. Ini akan semakin membangun kedekatan anak dengan sesuatu yang membuatnya senang. Dan jangan lupa untuk menyampaikan pesan moral dari setiap buku atau cerita yang kita bacakan.

Jadilah Contoh Bagi Anak

Anak itu peniru ulung. Dan apapun yang menjadi kebiasaan orangtuanya, akan menjadi kebiasaan anak pula. Jadi adalah sesuatu yang mustahil seorang anak akan suka membaca, jika lingkungan di rumahnya tidak tercipta budaya membaca. Karena itu sangat penting untuk mengajari anak tentang pentingnya membiasakan diri membaca, dan cinta buku sejak dini. Karena apa? Karena sebuah kebiasaan akan mudah terbentuk jika dimulai sejak dini. Dan kecintaan itu akan kuat tertanam pada anak sampai dia dewasa.

Buat Jadwal Rutin


Sumber: pixabay editted by canva
Sediakan setidaknya waktu khusus untuk membaca bersama. Dalam hal ini semua anggota keluarga harus ikut terlibat. Tidak perlu berlama-lama. Misalnya setiap hari selama 20-30 menit. Kebiasaan ini akan menumbuhkan sifat tanggung jawab pada anak, bahwa ia harus berkomitmen pada peraturan yang telah ditetapkan di rumah.

Letakkan Buku-Buku di Tempat yang Mudah Dijangkau

Letakkanlah buku bacaan di tempat-tempat strategis di rumah yang mudah dijangkau anak. Karena semakin mudah dijangkau, maka akan semakin sering anak berinteraksi dengan buku. Misalnya di area bermain anak, kamar tidur, atau ruang keluarga. Jangan lupa juga untuk menyediakan tempat yang nyaman untuk membaca bagi anak, seperti kursi atau sofa yang empuk. Atau jika memungkinkan, buatlah perpustakaan mini di rumah dengan suasana ruangan yang nyaman untuk membaca.

Ciptakan Variasi

Rasa bosan atau jenuh membaca bisa saja tiba-tiba muncul pada anak. Untuk membunuh kejenuhan ini, diperlukan metode agar kegiatan membaca tidak terkesan monoton. Contohnya permainanan membaca dengan menggunakan peralatan kreatif, seperti kartu atau dadu berhuruf. Atau bisa juga dengan menggambar sambil bercerita. Misalnya dengan mengajak anak menggambar bebas dan setelahnya minta anak menceritakan maksud dari gambar tersebut. Dalam kegiatan ini, orangtua juga bisa ikut berpartisipasi melakukan hal yang sama.
Sumber: pixabay.com
Selain itu bisa juga dengan memanfaatkan waktu ketika sedang jalan-jalan atau makan di restoran bersama anak. Saat diperjalanan, ajak anak untuk membaca berbagai tanda penunjuk jalan atau informasi lainnya yang ditemukan. Saat di restoran, ajak anak untuk ikut melihat buku menu dan membaca isinya.

Menjelajah Perpustakaan dan Toko Buku

Buatlah kunjungan rutin ke perpustakaan atau toko buku terdekat. Dengan jumlah buku yang lebih banyak dan bervariasi di perpustakaan dan toko buku, akan membuat anak semakin senang bertualang memilih buku yang diinginkannya.


Sumber: pixabay.com

Ajak Berdiskusi

Jangan biarkan anak selesai membaca tapi kita tidak tahu apa yang dipetiknya dari bacaan tersebut. Atau kita tidak tahu tentang pandangannya terhadap bacaan tersebut.  Ajak anak berdiskusi untuk memancing sifat kritisnya. Misalnya dengan menanyakan pendapat anak tentang isi bacaan atau pelajaran apa yang dipetiknya dari hasil bacaan tersebut.

Menuliskan Bagian Menarik Dari Buku

Dalam sebuah buku pasti ada banyak kata-kata menarik atau pesan yang bisa diambil. Nah, mintalah anak untuk menuliskan kutipan atau pesan, atau kata-kata yang menurutnya menarik, dari setiap jumlah halaman buku yang selesai dibacanya setiap hari. Tempelkanlah tulisan tersebut di salah satu pojok dinding kamar anak untuk mengabadikannya. Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk membuat anak terbiasa mengambil pesan dari sebuah bacaan, tetapi juga akan melatih dan membiasakannya untuk menulis.

Manfaatkan Gawai Dengan Bijak

Pesatnya perkembangan teknologi adalah sebuah tantangan bagi orangtua masa kini dalam hal menciptakan ekosistem pendidikan bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang kita lihat bahwa saat ini minat anak-anak terhadap gawai sangatlah tinggi. Agar kebiasaan membaca tidak luntur akibat perkembangan teknologi, dan anak pun tidak buta akan teknologi, maka orangtua harus memberitahu bagaimana seharusnya memanfaatkan gawai dengan baik.


Sumber: pixabay.com
Melarang anak bermain gawai tentu bukan sebuah solusi. Buatlah jadwal kapan anak boleh bermain bersama gawainya. Jangan lupa untuk selalu mendampingi dan mengontrol aktivitas anak selama bermain gawai. Agar anak pun terhindar dari potensi negatif yang mungkin saja muncul saat bermain gawai. Kenalkan juga anak dengan segudang manfaat dari gawai. Misalnya dengan membaca di perpustakaan digital, seperti Ipusnas atau I-Jak. Tetapi jangan lupa untuk membatasi lamanya membaca di perpustakaan digital. Karena tidak baik bagi kesehatan mata.
Lalu bagaimana dengan lingkungan masyarakat? Peran seperti apakah yang bisa dilakukan masyarakat dalam menumbuhkan budaya literasi?

Peran Masyarakat Membudayakan Literasi

Literasi adalah sebuah jembatan untuk mewujudkan sebuah cita-cita. Karena literasi merupakan salah satu patokan penentu kualitas agar kita mampu bersaing secara global. Untuk itu diperlukan peran semua kalangan untuk membudayakan literasi di Indonesia, tidak hanya lingkungan keluarga, tetapi kalangan masyarakat pun hendaknya turut berperan aktif menggalakkan kegiatan cinta literasi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sejak 2016, yang merupakan wujud implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015, yaitu tentang penumbuhan budi pekerti. Ini adalah sebuah upaya pemerintah untuk memperkuat sinergi pelaku gerakan literasi serta memperluas keterlibatan masyarakat (publik), dalam mengembangkan dan membudayakan literaasi di Indonesia.
Berikut beberapa kegiatan yang bisa dillakukan masyarakat dalam upaya membudayakan literasi:

Membentuk Komunitas Membaca

Sikap konsisten itu tidak akan mudah untuk dipertahankan jika sendirian. Ia akan lebih mudah terjaga jika dilakukan beramai-ramai. Begitu pun halnya dengan kebiasaan membaca. Karena ada kalanya kita jenuh dengan aktivitas ini. Untuk itulah dibutuhkan sebuah perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat yang sama. Biasanya dalam sebuah komunitas, setiap orang akan saling medukung dan menyemangati. Selain itu kita juga bisa saling berbagi dan berdiskusi tentang buku yang telah dibaca. Sehingga kita pun akan memiliki banyak referensi dan buku rekomendasi untuk dibaca.


Salah satu contoh komunitas membaca yang pernah saya ikuti adalah Reading Challenge Odop. Komunitas ini merupakan komunitas berbasis online grup di Whatsapp, yang anggotanya berasal dari berbagai pelosok Indonesia. Di sini kami ditantang untuk menyelesaikan membaca sejumlah buku, yang telah ditentukan dalam waktu 4 bulan. Setiap hari ada jumlah halaman minimal yang harus diselesaikan, jika ingin lolos sampai akhir dan mendapatkan reward berupa buku pilihan. Di RCO kami tidak hanya sekadar membaca, tetapi juga menulis opini atau pun review buku yang dibaca.

Perbanyak Taman Baca Masyarakat (TBM)

Kehadiran taman baca akan sangat memfasilitasi masyarakat mendapatkan buku bacaan dengan mudah. Pilihlah lokasi-lokasi dimana banyak orang akan berkumpul, misalnya saat car free day atau lokasi strategis lainnya. Contohnya seperti yang dilakukan TMB dari Forum Lingkar Pena Bandarlampung.

Jadilah Generasi Peduli Literasi

Literasi di Indonesia tidak akan pernah berkembang jika kita sebagai masyarakat tidak peduli. Jadilah generasi yang peka dengan kondisi sekitar. Mulailah berkontribusi sebagai anak bangsa sejati. Misalnya seperti kepekaan dan kepedulian beberapa pemuda di Lampung terkait literasi. Mereka adalah Kevin Ceasar Wicaksono, M. Farhan Desmi, dan Ignatius Limpad. Ketiga mahasiswa Universitas Lampung ini membentuk komunitas Kepo Baca Lampung, yang memfasilitasi siapapun yang butuh buku bacaan atau referensi secara cuma-cuma.

Komunitas Kepo Baca Lampung
Sumber: tribunnews.com
Setiap peminjam buku boleh membawa bukunya pulang, dengan hanya memberikan fotokopi tanda pengenal dan nomor ponsel yang aktif.  Jadi semua hanya bermodalkan saling percaya saja. Karena yang menjadi tujuan utamanya adalah membuat orang kembali semangat dan rajin membaca.

Bantu Masyarakat Mudah Mendapatkan Akses Buku

Di Indonesia masih banyak daerah yang sulit mendapatkan akses buku. Terutama daerah terpencil. Seperti yang baru-baru ini saya dengar dari sahabat saya, Dwi Dahlia (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Lampung), saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tanggal 24 Juni – 18 Agustus 2019 di Desa Beringin Jaya, Waykanan, Lampung.


Di daerah ini jarak perpustakaan desa cukup jauh dari lokasi sekolah. Dan perpustakaan desa ini menjadi satu dengan rumah seorang warga. Jumlah bukunya pun sangat minim sekali. Hanya ada satu rak kecil.  Dan menurutnya minat baca anak-anak di sana cukup bagus. Hal ini terbukti dari antusiasnya mereka saat Dwi dan teman-temannya, membawakan buku bacaan hasil sumbangan beberapa donatur. Nah, melihat fakta ini benarkah literasi Indonesia rendah karena masyarakatnya malas membaca? Untuk wilayah perkotaan mungkin benar. Karena kebanyakan gaya hidup tergantikan dengan kemajuan teknologi dan tidak adanya pembiasaan. Namun ternyata hal ini berbanding terbalik dengan minat baca di daerah terpencil.

Sejatinya kegiatan membaca dan menulis itu tidak kalah menarik dengan aktivitas lainnya, jika hal ini dibiasakan sejak dini. Namun pesatnya kemajuan teknologi menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam menciptakan minat baca yang tinggi. Karena berbagai tawaran kesenangan banyak dapatkan anak-anak di gawai. Namun jika gawai tidak digunakan dengan bijak, maka hal ini hanya akan memberi pengaruh kurang baik. Untuk itulah perlu adanya sinergi dan komitmen kita semua, agar generasi bangsa ini tidak kalah bersaing secara global.

Menjadikan membaca sebuah budaya tentu bukan hal yang bisa diwujudkan dengan instan. Namun tidak ada yang tidak mungkin untuk menanamkan kecintaan membaca. Mari kita bersama memulainya dari sekarang. Jadikan membaca sebagai gaya hidup dan kebutuhan. Dimulai dari lingkungan keluarga dan peran kita bersama di masyarakat dalam menggalakkan budaya literasi. Karena gerakan cinta literasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerrintah. Tetapi kita semua.

#LiterasiKeluarga
#SahabatLiterasi


Rujukan:



Posting Komentar

  1. Betul sekali, gawai sudah menjadi makanan sehari-hari keluarga Indonesia saat ini ya mbak. Ini sebenarnya nggak lepas dari pearan orang tua juga yg sering mengenalkan gawai sejak anak usia bayi dan balita. Ya nggak salah jadinya klo anak lebih suka lihat HP daripada baca buku. Padahal andai orang tua mau sedikit usaha, sekarang banyak tersedia fasilitas perpustakaan unik dan nyaman mirip bangunan mall bagi mereka yg tinggal di kota besar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Semua tergantung orangtua juga. Karena bagaimana pun segala sesuatu yang anak lakukan dan sukai, berwal dari sikap orangtuanya. Untuk itulah orangtua harus jadi role model terbaik bagi karakter anak

      Hapus
  2. PR besar memang menjauhkan anak dr pengaruh gadget. Hampir sebagian waktu luang mereka lebih banyak dihabiskan dg game atau ngintip youtube sesuai kesukaan (entah film atau sepak bola). Sementara baca, hanya sebentar sekali walau sudah dijadwalkan rutin. Jadi curcol...hehehe

    BalasHapus
  3. Iya mbak. Sekarang anak-anak lebih akrab dengan gadgetnya. Bahkan sampai ada yang bersikP apatis dengan sekitar hanya karena si gadget.

    BalasHapus
  4. hmmmm... lebih bagus memanfaatkan teknologi yang ada untuk mengenalkan budaya membaca. Tak bisa dipungkiri, gadged sudah menjadi kebutuhan. daripada mengkampbinghitamkan lebih bagus mengkolaborasikan. misalnya dengan cara mengarahkan gadged untuk membaca buku, pake ebook.. ada app kayak flashjuga, jadi gambar dibukunya bisa gerak-gerak.
    #hanya opini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak. Kolaborasi kemajuan teknologi. Karena tidak mungkin kan kita anti teknologi juga. Justru kitalah yang hatus lebih cerdas, bagaimana menjaga minat baca tetap tinggi di era saat ini. Seperti yang sudah saya sebutkan di dalam tulisan ini juga. Kita bisa baca-baca buku di perpustakaan digital, misal Ipusnas. Jadi gadgetnya lebih termanfaatkan dengan baik🙂

      Hapus
  5. Betul banget mbak, untuk meningkatkan budaya literasi bangsa dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga & masyarakat. Jadi PR tersendiri buat saya yg punya 2 balita untuk menumbuhkan minat baca mereka sedari kecil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini PR kita semua mbak. Semoga kita semua mampu menjadi agen sosialisasi terbaik untuk menanamkan minat baca yang tinggi pada generasi Indonesia. Aamiin

      Hapus
  6. wah bagus sekalli tulisannya :)

    memang gadget menjadi pisau tajam yang harus digunakan dengan tepat dan hati-hati agar lebih bermanfaat dunia akhirat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah tabarokallah. Terima kasih mbak.

      Nah betul sekali mbak. Karena apapun yang kita miliki akan kita pertanggungjawabkan kelak. So, let's be wise with the gadget🙏🙂

      Hapus
  7. Budaya literasi memang dimulai dari keluarga dulu dan orang tua yang jadi contoh. Terlebih saat ini buku bersaing dengan gadget. Jadi orang tua harus lebih berhati-hati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tantangan banget memang bagi orangtua masa kini, untuk mendidik anak di tengah maraknya serbuan teknologi. Tetap semangat mbak

      Hapus
  8. tidak akan pernah berhasil ketika orang tua menasehati kecuali memberi tauladan terlebih dahulu....
    aku juga lagi membuat kebiasaan membaca di rumah...☺☺☺

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mbak, semoga istiqomah ya. Aku pun juga sedang terus mempertahankan kebiasaan baik ini.

      Hapus
  9. Suka sedih saat lihat generasi sekarang cuma memanfaatkan gadget untuk 'bermain' semata. Padahal ada banyak hal baik yang bisa mereka dapat dari sana.

    Benar, kita harus mampu menjadi contoh agar mereka mau berbudaya literasi 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sedih banget ya mbak. Gadget ini akan berdampak sangat buruk jika kita tidak mampu memanfaatkanny dengan baik.

      Yups, semua dimulai dari diri kita masing-masing juga. Semangat

      Hapus
  10. ya ampun. itu berita emang banyak yang clickbait ya. yang ga rajin baca sampai tuntas bakal kemakan persepsi salah deh

    BalasHapus
  11. Iya mbak. Karenanya kita jangan sembarang mengambil kesimpulan sebelum tahu isi keseluruhannya. Hayuuukkk kita semua budayakan tuntas membaca

    BalasHapus
  12. Waah, ada ya Mbak komunitas Reading Challenge ODOP gitu, kereeenn deh. Jadi pengen ikutan juga. Belakangan quantitas membaca saya semakin berkurang, iyah tetap membaca sih tapi via online tu juga baca blog bukan buku. Huhuhuh, harus dipecut kembali nih semangat bacanya biar bisa kasih contoh ke anak-anak juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada mbak, komunitas ODOP yang mengadakan. Terasa banget di sini habit baca kita benar2 ditempa.

      Hapus
  13. Sebenarnya sudah banyak ya akses yang mudah untuk mendapatkan buku atau bahan bacaan tinggal gairah dan semangat untuk meningkatkan kemampuan literasi ini. Komunitas membaca adalah salah satu yang paling mudah untuk saling menularkan semangat ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mbak. Yang perlu dipecut saat ini, terutama dengan hadirnya teknologi tang maju, ya niat kuat dari dalam diri kita sendiri. Karena aoapun itu jika niatny nggak kuat bakalan luntur perlahan

      Hapus
  14. Nah benar banget, salah satu cara memerangi hoax adalah membudayakan membaca sampai tuntas..cek dan ricek mengenai kebenaran berita dan sumbernya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Terutama sekarang, yang kebanyakan judul berita itu dibuat memancing, tapi kadang isinya tidak sinkron.

      Hapus
  15. Skrg lbh bnyk yg suka nnton video dr pd baca ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Karena baca dianggap sebagai aktivitas membosankan. Meskipun banyak yang sudah paham bahwa membaca banyak manfaatnya.

      Hapus
  16. Di kampung halaman saya ada perpusdes yg disumbang oleh perusahaan sebagai bentuk CSR bagi masyarakat sekitar. Perpusdes dilengkapi wifi, sayangnya anak-anak hanya kesana untuk mengakses wifi. Duh menyedihkan sekali ya...

    Benar2 peran keluarga sangat penting dalam mendukung gerakan suka membaca..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah bagus udah ada perpusdes, syg wifinya jd dimanfaatkan buat yg lain...

      Hapus
    2. Wah bagus mbak jika sudah ada perpusdes. Mungkin yang perlu digiatkan peran masyarakatnya juga, agar yang datang ke perpusdes tidak hanya karena ingin numpang wifi. Tapi baca buku juga

      Hapus
  17. Betul Mba. Keluarga memang memiliki peran penting. Si kecil di rumah lihat aku menulis dan membaca jadi suka pegang pulpen juga... hihihii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kebiasaan yang dibangun di rumah bisa menjadi kebiasaan anak juga mbak. Semangat mbak. Semoga terus istiqomah menularkan kebiasaan baiknya.

      Hapus
  18. Literasi itu bukan sekedar ucapan tapi tindakan kenyataan yang dimulai dari keluarga tempat anak berangkat. Dan aku merasakan sekali dampaknya dari orangtua yang suka membaca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, karena apapun yang orangtua lakukan, akan diduplikasi anaknya juga. So, semangat menjadi teladan baik ya mbak.

      Hapus
  19. Ya sayang sekali karena masyarakat kita masih kurang peduli terhadap literasi. Buktinya masih banyak yang termakan hoax karena ketika mendapatkan informasi langsung ditelan mentah-mentah padahal baru liat judulnya saja. So memang penting banget ya Mbak ada gerakan untuk membudayakan literasi baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, yang utama pastinya keluarga. Karena dari sinilah segala karakter terbentuk. Dan masyarakat pun juga harus berperan aktif, karena anak-anak nantiny akan berinteraksi di luar.

      Hapus
  20. Masyarakat kita terkadang enggan membaca sesuatu sampai akhir. Hanya membaca judulnya sudah menyimpulkan banyak hal yang kadang di luar maksud dan tujuan dari tulisannya. Heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Yang ini harus hati-hati sekali. Karena terkadang judul tidak selalu menginterpretasikan isi informasi yang sesungguhnya. Harus mau tuntas baca jika ingin mendapatkan keutuhan informasi.

      Hapus
  21. Setuju dengan langkah-langkah pembiasaan membaca pada anak-anak. Semua itupun harus dilakukan dengan berkesinambungan, supaya tidak terlewat atau bahkan hilang. Semoga anak-anak Indonesia makin cinta membaca dan makin luas wawasannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Kita semua harus bersinergi dan berusaha yang terbaik untuk berperan menanamkan cinta baca ini. Bismillah, insyaAllah bisa🙂

      Hapus
  22. Orang tua, keluarga dan masyarakat memiliki peranan penting dalam budaya literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mbak. Jadi bukan hanya tanggung jawab institusi pendidikan atau pemerintah terkait saja.

      Hapus
  23. Banyak orang yang bilang kalo nonton video sekarang menjadi lebih digemari dari pada membaca, tapi tenang saja, sampai kapan pun membaca tidak akan pernah tergantikan dengan menonton karena ada suatu efek yang tidak bisa digambarkan dengen visual dalam video, seperti halnya kita membaca buku novel pasti ada keunikan sendiri dibanding nnonton film yang di adaptasi dari novel yang pernah kita baca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itulah keunggulan dari sebuah buku. Kita akan terpuaskan dari setiap informasi yang tercantum. Contohnya ketika baca novel dan nonton versi visualnya itu ya mbak.

      Hapus
  24. Mbak, aku kok kepingin ikutan RCO juga yaa. Itu gimana caranya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Join di odop dulu mbak. Nanti insyaAllah oprec akhir November/ Desember

      Hapus
  25. Aku juga mau ikutan kak RCO. Itu linknya ada di fb atau gimana kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus jadi member One Day One Post dulu kak. Nanti RCO itu program yang ada di ODOP.

      Hapus
  26. Lingkungan memang berperan penting bagi perkembangan literasi, untungnya di sekolah sekarang juga sudah ada GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang tentu bisa bantu

    BalasHapus

 
Top