0
"Inhale, exhale, inhale, exhale....fhiewww." Dzabina berulang kali melatih sistem pernafasannya agar tidak terlihat tegang saat di ruang eksekusi nanti. 

Saat itu tanggal 19 april 2008. Dzabina kembali bergelut dalam ajang AIYEP (Asian Indonesia Youth Exchange Programme). Kegagalan di tahun sebelumnya membuatnya berlatih extra keras, agar bisa maksimal dalam setiap tahapan seleksi yang di selenggarakan di Dinas Pendidikan kota Bandar Lampung. Terutama terkait penguasaan tentang budaya Lampung. Hal inilah yang menjadi poin kegagalannya tahun lalu untuk lolos mewakili Lampung dengan negara tujuan Australia saat itu. 

Dan tahun 2008 itu ia kembali dengan keyakinan penuh. Ini kedua kalinya bagi Dzabina, namun tetap saja irama jantungnya tidak beraturan, keringat dingin mulai menjalar di seluruh tubuhnya, tangannya tak henti mengusap keringat di pelipisnya. Ia berusaha menenangkan dirinya. Akan tetapi dentuman jantungnya seolah tak memberinya izin untuk mendengar dan mengikuti perintah otaknya agar tetap rileks. 

"Dzabina Hanania," panggil seorang perempuan dengan map kuning itu. 

Detak jantungnya berdegup semakin kencang, tak beraturan. Keringatpun mulai berkumpul di kedua telapak tanganya. Langkahnya seakan tertahan saat memasuki ruang test tersebut.

"Bismillah, bantu aku ya Allah," bisiknya saat melangkahkan kakinya ke arah ruangan yang sama seperti tahun lalu itu.

Sorot bola-bola mata para adjudicator yang menatap mengikuti gerak tubuhnya , benar-benar membuat persendianya sedikit melemah. Ia menarik nafas dalam dan menghembuskanya. "Calm down, Bina. Ga boleh gagal lagi. You've to make it." Berusaha menyemangati dirinya sendiri.

"Silahkan," kata seorang juri (perwakilan dinas pariwisata) menyuruhnya untuk mulai mempresentasikan pengetahuan budaya, menampilkan keahlian menari (tradisional) dan mamainkan alat musik tradisional Lampung (saat itu ia memilih alat musik Cetik).

Tigapuluh menit berlalu dan akhirnya Dzabina bisa merasakan irama jantungnya mulai selaras dengan perintah otaknya. Keesokan harinya, ia dan Hania, sahabatnya pergi ke kantor Dinas Pendidikan untuk melihat hasil tes itu. Lagi, degup jantung itu mulai membuatnya sedikit tak tenang. Dilihatnya papan pengumuman itu. Wajahnya seketika berubah kelabu, terpaku lama menatap papan tersebut. Dan tanpa ekspresi berbalik menatap Hania yang berada di belakangnya.
"Pertukaran Pemuda Nusantara?" Keluhnya datar.

Dzabina tidak lolos seleksi pertukaran AIYEP ke Jepang. Dinas pendidikan mencantumkan namanya untuk mewakili Lampung dalam Pertukaran Pemuda Nusantara ke Sulawesi.

"Bersyukur ja, Bin. Lumayan lho bisa keliling Insonesia gratis." Hania menyemangati Dzabina yang mulai berwajah kelabu.
"Seandainya aku latihan memainkan Cetik, pasti hasilnya lebih baik." Ia menyesal karena terlalu fokus memantapkan penguasaan tarian daerah saat latihan.

#ODOP3
#Tantangan#DeskripsiPerasaan

Bandar Lampung, November 8th, 2016

Posting Komentar

 
Top