2
Foto: www.imgrum.org

“Disiplin diri merupakan senjata ampuh yang harus dimiliki setiap orang yang ingin sukses” (Andri Wongso).


Bagiku kedisiplinan adalah sarana yang menjembatani kebiasaan untuk meraih keberhasilan dan kepuasan, atas setiap hal yang kulakukan. Oleh karena itu dalam hal apapun, aku berusaha selalu disiplin, meski memang kadang harus memaksa diri untuk melakukannya. Namun ternyata, tak selamanya aku bisa mempertahankan image itu. Rekorku sebagai pemegang kedisiplinan tercoreng sekitar dua bulan lalu. 


Pagi itu aku terbangun dari tidur karena mendengar suara bising mesin motor di luar kostan. Astaghfirullah, sudah jam 07:25 WIB. Itu artinya aku hanya punya waktu sekitar tiga puluh menit sebelum kelas childrenku dimulai. Aku langsung bersiap-siap, merapihkan diri dan mengemas peralatan mengajar. Semuanya kulakukan secepat mungkin. Sesudahnya aku langsung memesan ojek online untuk mengantarku ke tempat kerja. Sekitar lima menit kemudian ojek pun tiba. 


“Bang cari rute tercepat ya,” pintaku pada sang pengendara ojek. Cemas dan takut. Itulah perasaan yang menggelayutiku sepanjang perjalanan. Bagaimana tidak? Atasanku pasti sudah datang dan mengontrol kelas. Dimana keprofesionalan dan tanggung jawabku?  Betapa tidak enak rasanya jika harus terlambat dan membuat murid menunggu. Dan kegelisahan semakin menjalar hingga ke ubun-ubun tatkala pengendara ojek berkata, “Mbak kita ke pom bensin dulu, ya?” Laa haula wala kuwwata illa billahil ‘aliadzim.


Untung saja aktivitas pengisian minuman si kuda besi tidak memakan waktu lama. Namun kulihat jam di tangan telah menunjukkan pukul 07:58 WIB. ‘Ya Allah, telat deh,’ batinku. Untuk sampai ke tempat kerja paling tidak butuh waktu sekitar lima menit lagi. Itu kalau sang penghenti laju kendaraan (Lampu lalu lintas), tidak menyala merah. Akhirnya aku pun pasrah dengan apa yang akan kudapatkan hari ini dari atasan. ‘Semoga saja rekor disiplinku selama ini bisa jadi pertimbangannya,’ ujarku dalam hati.


Tepat pukul 08:05 WIB, aku pun tiba di tempat kerja. Uang yang sudah kugenggam sejak sebelum naik ojek langsung kuberikan kepada pengendara ojek. Aku langsung berlari masuk. Suasana di halaman tempat kerjaku sudah sangat sepi. Seperti tidak ada kehidupan. Karena semua murid sudah masuk ke kelas masing-masing. Yang ada hanya pak satpam, yang saat itu menurutku memberikan senyum aneh. 


Aku berhenti sejenak di depan pintu kelas untuk menstabilkan diri. Namun kelasku yang biasanya ramai itu, tiba-tiba saja menjadi sepi. Kesunyian ini membuatku semakin gugup untuk membuka pintu. Ya, pasti di dalam kelas ada atasan yang menemani murid-muridku. Aku merasa sangat tidak enak atas keterlambatan ini, dan membuat atasan harus menghandle kelasku. 


Akhirnya dengan berbekal bismillah aku pun membuka pintu itu. “Assalamu’alaikum,” sapaku saat mau memasuki kelas. Salamku pun disambut hangat dan antusias oleh murid-murid kesayanganku. Kehadiranku bagaikan super hero yang akan membebaskan mereka dari kebisuan saat itu. “Okay, your teacher has come, class.” Atasanku pun segera beranjak meninggalkan meja guru, seraya tersenyum melirik kearahku. Aku merasa aneh dengan tatapan itu. Sepertinya ada hal menggelikan pada diriku. Namun aku masih belum menyadarinya.


Sementara itu, kuperhatikan bahwa murid-murid tampak tersenyum-senyum, dan ada yang tertawa kecil penuh arti sambil terus melihat ke arahku. “Well, it’s so sorry that i was late and made you anxious while waiting for me. But, please stop. It’s not good to laugh at your teacher.” Aku berusaha menghentikan tawa mereka. Mereka pun berhenti dan salah satu murid lelaki berkata, “Miss, helmnya ko ga dilepas?” 


aku termangu mendengar ucapannya. Dan tiba-tiba saja bunyi ketukan di pintu mengejutkanku. Pak satpam muncul di hadapanku saat pintu dibuka. Di sampingnya kulihat orang yang sepertinya tak asing lagi, si pengendara ojek. “Mbak saya mau ambil helmnya. Tadi mbaknya lari kenceng banget sih,” katanya. Aku benar-benar sangat malu. Pasti tadi gaya lariku terlihat menggelikan. Aku pun segera melepaskan helm dan meminta maaf pada pengendara ojek. 

 

Posting Komentar

 
Top