2
"Neng, kira-kira neng sudah siap belum nikah tahun ini?" Tanya Fathan mengawali obrolan serius itu.
"Kenapa gitu a?" Jawab Khaira.
"Jadi, aa dapet kepercayaan dari perusahaan untuk ngawasin proyek kerjasama dengan perusahaan di Brunei selama dua tahun. Dan rencana keberangkatannya sekitar dua mingguan lagi. Tapi aa belum kasih jawaban setuju atau ga. Soalnya aa mau tanya pendapat neng dulu". Fathan menjelaskan.

Khaira terdiam sesaat. Yang dia pikirkan adalah kata "Brunei" yang baru disebutkan Fathan. "Ada apa ini ya Allah? Apa rencanaMu? Mengapa Fathan dan Fathur sama-sama menuju Brunei?" Ia membatin

"Neng?" Ko diem ja?" Tanya Fathan.
Panggilan itu membuyarkan lamunannya
"Menurut neng itu kesempatan bagus a. Terima aja. Neng akan selalu dukung aa", jawab Khaira meyakinkan. 
"Betarti neng setuju kita nikah secepatnya? Aa ga mau ninggalin neng lama-lama disini sendirian. Aa pengen neng ikut aa kesana". Ia begitu gembira mendengar pernyataan pujaanya itu.

Khaira mulai bingung dengan pertanyaan ini. Ia seolah ragu mengeluarkan jawabannya. Ia terdiam dan tiba-tiba dalam diamnya, perlahan dalam benaknya muncul bayangan seorang yang sudah hampir bisa dilupakannya, Fathur. Ia kembali teringat momen kebersamaan dengan pemuda itu. 

"Neng?" Panggil Fathan yang sejak tadi menunggu jawaban sang pujaan hatinya. 
"Astaghfirullah. Aa punten nya". Sahut Khaira seketika.

Fathan sempat bingung dengan jawaban itu, "punten"? batinnya. Tetapi kebingungan itu sirna saat sang kekasih mengatakan bahwa ia minta maaf karena telah membuatnya menunggu jawaban. Namun yang sebenarnya, kata-kata itu terlontar karena ia merasa bersalah telah memikirkan laki-laki lain disaat pangerannya menanyakan tentang pernikahan. Ia juga teringat akan doa yang ia panjatkan sebelum Fathan menelepon tadi.

"Alhamdulillah. Mungkin inilah jawaban Allah atas doaku tadi. Fathanlah calon imam yang Allah pilihkan untukku". Bisiknya dalam hati
"Bismillahirrohmaanirrohiim, insyaAllah neng siap a", jawab Khaira mantap.

Mereka segera mempersiapkan pernikahan itu. Pihak perusahaan pun telah mengurus segala dokumen yang diperlukan untuk mereka selama menetap di Brunei. Khaira segera mengundurkan diri dari pekerjaannya. Dua hari kemudian, keluarga Fathan datang dari Bandung bersilahturahmi ke keluarga Khaira di Jakarta, sekaligus membicarakan pernikahan mereka. Dan acara sakral itupun digelar tiga hari kemudian di Jakarta. Hanya sebuah acara sederhana. Tidak banyak yang mereka undang. Hanya para kerabat dan sahabat dekat. 

Ijab qobul pun terucap, menyatukan dua esensi jiwa yang saling mencinta karena Allah itu. 

"Saya terima nikahnya Khaira Azzalfa binti Hisyam abdurrachman dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai". Ucap Fathan penuh khidmat dan lancar. 

Semua yang hadir di ruangan itu tampak haru dan bahagia melihat dua insan itu telah resmi menjadi pasangan halal. Tangis bahagia mengiringi prosesi sakral itu. Sayangnya, pasangan pengantin baru yang sangat berbahagia itu tak sempat menikmati awal kebersamaan mereka sebagai pasangan suci seperti orang lain. Karena mereka tersibukkan dengan segala urusan untuk keberangkatan ke negeri Sultan Hasanal Bolkiah itu. Sisa waktu dua hari di tanah air mereka gunakan untuk bersilahturahmi sekaligus berpamitan dengan sanak saudara dan teman dekat. 

(Bersambung)

#OneDayOnePost
#Tantangan Cerbung


Bandar Lampung, 14 Desember 2016

Posting Komentar

 
Top