0



Jilbab adalah pakaian taqwa para muslimah beriman. Pakaian yang telah di syari’atkan sebagai penutup aurat dan pelindung kehormatan kaum hawa. Ini berarti jilbab adalah mutlak perintah langsung dari Allah ta’ala. Bukan ikut trend atau mengikuti kebiasaan kaum tertentu, sebagaimana isu yang diangkat oleh sekelompok orang bahwa berjilbab identik dengan tradisi bangsa Arab. Mereka menyebutnya ke-Arab-araban. Pemikiran yang picik dan sangat memprihatinkan. Dan dalam tulisan ini saya akan menyampaikan sebuah kisah tentang perjuangan seorang sahabat yang dengan segenap jiwa raga mempertahankan jilbabnya.


Sebut saja sahabat saya ini bernama Khusnun. Perkenalan kami berawal saat ia meminta bantuanku untuk mengajari anaknya belajar. Awalnya aku menolak karena tak ingin mengorbankan waktu istirahat hanya untuk mengejar beberapa lembar rupiah. Alhamdulillah ia bisa memaklumi. Namun entah mengapa aku tertarik untuk ngobrol dengannya. Jadi kuajukan pertanyaan-pertanyaan yang malah menahannya pamit dari rumah. Hingga akhirnya ia bercerita tentang perjuangannya tetap teguh di jalan Allah


Ternyata Khusnun adalah seorang mu’alaf yang baru beberapa tahun bersyahadat. Ia berasal dari keluarga yang menganut ajaran Budha sebagai keyakinan mereka. Sebelumnya ia tinggal di sebuah desa di Solo bersama keluarga besarnya. Dan alasan pindah keyakinan inilah yang akhirnya mengantarkannya menapaki kaki di bumi Lampung. Tanda-tanda hidayah mulai muncul saat ia melihat proses pemakaman seorang tetangga. Saat itu pikirannya di liputi pertanyaan tentang kematian dan bagaimana nanti jika dirinya meninggal. Dari sinilah proses hidayah itu mulai memainkan perannya.


Saat sedang berjalan-jalan di pasar ia tertarik dengan sederetan buku islami yang tersusun di meja seorang pedagang. Tanpa pikir panjang ia langsung membelinya. Dengan sembunyi-sembunyi dibacanya buku itu. Ia juga sering mendengarkan ceramah ustadz di saluran televisi atau saat khutbah jum’at. Hatinya semakin terpaut untuk menjadi seorang muslim. Namun saat itu ia tak tahu harus bagaimana dan kemana.


Menjelang menyatakan keislamannya dengan syahadat, ada berbagai kejadian aneh yang mungkin orang tak akan pernah percaya mendengarnya. Ia kerap didatangi sosok putih bersih dan tampan melalui mimpi, yang terus menuntunnya saat bingung dalam menjalankan ibadah Islam yang masih sembunyi-sembunyi itu. Seperti saat ia ingin salat dan tak tahu bacaannya, sang sosok menyuruhnya membaca basmalah sebanyak tiga kali dalam setiap gerakan salatnya.


Khusnun terus belajar secara otodidak tentang salat dan bagaimana menjadi muslimah. Saat itu ia bingung karena ternyata salat harus menggunakan mukena untuk menutupi seluruh aurat wanita. Sedangkan ia tak memilikinya dan tak juga punya uang untuk membeli. Jika minta pada orangtuanya, pastilah mereka akan memarahinya. Namun, keteguhan hatinya telah mengalahkan segalanya. Ia tak kehabisan akal. Mukena itu digantinya dengan sebuah jarik (kain panjang) yang dililitkan diseluruh tubuhnya.


Tak seorangpun di rumahnya yang tahu bahwa Khusnun beberapa bulan terakhir telah menjalankan ibadah Islam di rumah itu. Sampai akhirnya ia mantap mengutarakan niatnya pada kelurganya. Sayangnya mereka tak bisa menerima dan sangat marah. Bahkan mereka menyebutnya “gila”. Tetapi tekadnya sudah sangat sempurna dan ia pun terus bertahan diantara cacian dan ancaman keluarganya.


Kebencian pihak keluarga semakin menjadi saat khusnun mulai memakai jilbab. Mereka sangat marah dan melabelinya teroris, penghianant, wanita gila, dan masih banyak ungkapan-ungkapan penghinaan lainnya. Tapi Khusnun berusaha tegar dan sabar. Ia sama sekali tak melawan ataupun membalas ucapan itu. Tetapi pihak keluarga, terutama sang ayah yang kian kesal dengan perubahan sang anak, mulai bersikap tak manusiawi padanya. Khusnun pernah dikurung di kamarnya tanpa di beri makan hanya karena ia ingin salat. Ayahnya baru akan mengizinkannya keluar jika ia kembali pada keyakinan lamanya.


Cobaan demi cobaan terus mendera untuk menggoyahkan keteguhan Khusnun berislam. Saat sedang bekerja, sang ayah datang menyeretnya dengan menarik jilbabnya agar terlepas dari kepala. Tindakan ini berhasil dihentikan berkat bantuan orang-orang yang masih punya rasa kemanusiaan. Namun, di rumah sang ayah bertindak lebih kejam. Ia membakar baju- baju panjang dan jilbab yang dengan susah payah dibeli sang anak. Hati Khusnun sakit sekali dengan tindakan ini. Namun kesedihan yang terlukis di wajahhnya tak mampu meredam amarah sang ayah. Saat tiba di rumah, lelaki itu justru semakin liar melampiaskan emosinya. Kali ini tak ada yang menolong saat pria itu menarik paksa jilbab sang anak.


Khusnun terkurung di kamarnya beberapa hari. Hanya saat waktu makan saja pintu itu dibuka oleh sang ayah. Dan pertolongan Allah sangat dekat bagi hambaNya yang teguh di jalanNya. Saat pintu akan di buka, ia telah bersiap untuk berlari meninggalkan rumah itu. Dan ia pun melakukannya.


Di sepanjang jalan orang-orang menatap aneh karena dari kepala hingga badan, dililit dengan kain hordeng. Beberapa hari ia terlunta-lunta di jalan. Dan Allah sang maha pengasih dan penyayang telah menggerakkan hati seseorang yang bersedia menolongnya. Dengan orang inilah ia tinggal dan bekerja di rumahnya sebagai tukang cuci. Alhamdulillah orang inipun sangat baik dan selalu membantu Khusnun dalam proses hijrahnya. Namun Khusnun tak berniat tinggal dan bekerja selamanya di situ. Ia hanya menunggu sampai uangnya cukup untuk meninggalkan kota Solo dan menjauh dari keluarganya. Karena jika ia masih di Solo, keluarganya akan dengan mudah menemukan dan pasti kali ini nyawanya tak akan selamat.


Akhirnya setelah dana yang dibutuhkannya untuk ongkos meninggalkan Solo cukup, ia pun segera pergi dengan tujuan Lampung. Kota ini dipilih karena tak seorangpun mengenalnya dan tak ada seorang kerabatpun di kota ini.


Semoga Allah selalu menjaga dan mempermudah jalanmu sahabat. Semoga Allah senantiasa mempermudah segalanya untukmu. Dan semoga kau tetap istiqomah mempertahankan keimanan dan pakaian taqwa itu.



#7DPKW
#PKWriterpreneur
#Day7

Posting Komentar

 
Top